WONOSARI, (KH),– Sukses itu bukan soal umur, bukan juga soal modal besar atau bahkan pintar di kelas saat sekolah. Tetapi, sukses datang dari kerja keras. Ungkapan itulah yang cocok untuk menggambarkan kerja keras Agus Lambang Kristianto menggeluti usaha Tiwul Manis.
Hujan gerimis turun membahasi bumi handayani pada Senin 8 Januari 2018 lalu. Pukul 18.05 WIB di sudut toko yang tidak begitu besar yang berada di Jln. Baron, Dusun Dungubah II, Desa Duwet Kecamatan Wonosari, Lambang, sapaan akrabnya sedang duduk dalam suasana hangat bersama keluarganya.
Berawal dari kecintaanya pada dunia wirausaha, Agus Lambang Kristianto mulai membuka cerita pengalamannya merintis usaha ‘Tiwul Manis Pak Lambang’ yang kini banyak dikenal di masyarakat. Siapa sangka, usaha yang kini ikut meramaikan sederet penyedia makanan khas Gunungkidul terlahir dari modal kesabaran.
Pria kelahiran Gunungkidul, 10 Agustus 1973 ini mengatakan, sebelum menggeluti usaha tiwul, Lambang mengaku menggeluti usaha gorengan. Cukup sukses, kala itu setiap hari Lambang mampu menghabiskan 7- 10 kilogram tepung sebagai adonan gorengannya.
Memiliki latar belakang ilmu perhotelan, ternyata membuat Lambang jeli dalam mengambil kesempatan. Ramainya wisatawan yang berkunjung ke pantai, menjadi alasan Lambang memberanikan diri menekuni kuliner khas Gunungkidul. Lambang pun merubah warung Gorengan sederhananya menjadi sebuah lapak tiwul instan.
“Saya sempat berfikir, Jln. Wonosari- Baron semakin lama kok semakin ramai. Akhirnya saya memutuskan untuk mencoba membuat tiwul manis, waktu itu varian rasanya hanya satu, gula jawa,” ungkap Lambang sambil sesekali mengingat awal usaha tiwul manis dibuat.
Menyadari peluang yang dia ciptakan, agar dapat menarik wisatawan lebuh banyak Lambang terus berinovasi, tiwul manis yang awalnya hanya memiliki rasa gula jawa dibuatnya memiliki enam rasa yang berbeda. Mulai dari rasa kopi, nangka, pandan dan bahkan tiwul rasa coklat.
Usaha yang dia geluti dengan istrinya ini mampu bersaing dengan penyedia tiwul yang lain yang berada di Gunungkidul. Lambang mengatakan, usaha tiwul manis yang ada saat ini dianggapnya bukan merupakan pesaing. Namun setiap usaha tiwul manis di Gunungkidul memiliki ciri khas masing- masing.
“Tidak ada yang mengajari saya membuat tiwul, semuanya murni coba coba. Intinya usaha itu memang harus dimulai dari dalam hati. Ketika yang ditekuni menyenangkan, apa yang kita kerjakan akan menjadi ringan,” ungkap Lambang.
Bukan tanpa kendala, usaha yang digeluti Lambang dan Istrinya Ratna Sari juga mengalami pasang surut. Sulitnya bahan baku saat musim kemarau membuat Lambang harus memutar otak untuk mendapatkan “gaplek” atau ketela kering sebagai bahan baku tiwul.
“Sempat pusing saat tidak ada gaplek, tapi saat ini sudah punya pengepul gaplek yang siap memberikan bahan baku sesuai dengan standar yang saya terapkan,” katanya.
Saat awal memulai usaha, Lambang mengaku seluruhnya dia tangani sendiri, seperti membuat tiwul, menyiapkan bahan baku bahkan promosi. Namun berkat pengalamanya bekerja sebagai marketing pada sebuah leasing, suami dari Ratna Sari ini menguasai berbagai macam promosi yang biasa digunakan.
“Pasang banner sendiri, ya pokoknya semuanya sendiri. Pernah ada banner yang malam saya pasang , paginya udah hilang di curi orang. Ya pokoknya suka dukanya banyak,” ungkap Lambang sambil sesekali meminum teh poci yang telah disiapkan istrinya.
Tidak hanya memperhatikan kemasan tiwul manis, Lambang juga memperhatikan kebersihan tiwul yang dia buat. Dengan dibantu dua orang karyawan, Lambang memastikan seluruh tiwul yang dijual dalam kondisi higienis dan baru.
“Kita jarang membuat stok tiwul lama, semuanya fres karena tiwul yang kita jual merupakan tiwul yang baru aja kita angkat dari atas kompor. Jangan salah, satu tiwul ini kita buat 10-15 menit saja. Makanya saya siapkan 16 tungku,” papar Lambang sambil menunjukan deretan tungku yang berada di dapur produksinya.
Disukai Pejabat Hingga Wisatawan Asing
Tiwul hasil produksi Lambang tidak hanya di sukai warga lokal. Paduan kelapa dan tepung gaplek yang diracik secara pas berhasil memikat lidah para pejabat di Lingkungan Pemkab Gunungkidul. Lambang bahkan memiliki pelanggan dari Negara tetangga yakni Malaysia.
“Para pejabat biasanya kalau beli hanya telfon, kalau pelanggan yang Malaysia datang langsung biasanya mereka betah disini karena desain toko yang antik. Berbagai properti ini memang sengaja saya siapkan untuk menarik wisatawan,” jelasnya.
Untuk menghadapi libur panjang dan akhir pekan, Lambang selalu menyiapkan bahan baku yang cukup banyak. Hal tersebut dia lakukan agar tidak mengecewakan pelangganya yang datang. Meski hanya tiwul, Lambamg mengaku hasil usahanya dapat untuk mencukupi kebutuhan hidup.
“Modalnya cuma sabar, niat dan senang dengan apa yang sudah menjadi pilihan kita. Sukses itu sebuah perjalanan yang jauh, untuk itu mulailah berjalan dari sekarang mumpung kamu masih muda, supaya saat sampai dan menikmati, usiamu belum tua,” tukas Lambang menyampaikan pesan. (Wibowo)