SEMANU, (KH)— Ekspor berbagai produk kerajinan bambu asal Semanu menurun sejak 2015 lalu. Hal ini diungkapkan salah satu pengrajin berbagai produk peralatan rumah tangga dan hiasan di Semanu, Riyadi, belum lama ini.
Pengakuannya, usaha yang ia rintis sejak tahun 1997 ini dalam kurun waktu 2 tahun terakhir dirasakan lesu. Sebelumnya, kata dia, pada tahun 2000 hingga 2005 sempat memperoleh permintaan produk yang cukup tinggi dari pasar luar negeri.
“Melalui perusahaan pemasar di wilayah DIY, sekitar tahun 2000-an menjadi waktu penjualan dengan capaian tertinggi. Waktu itu bahan bambu dalam jumlah 5-6 rit habis dalam satu bulan. Karyawan yang terlibat mencapai 60-an orang,” kata Riyadi mengisahkan.
Sangat berbeda jauh apabila dibandingkan dengan pertengahan 2015 lalu. Bahkan rumah produksi ‘ARB Craft’ yang berada di Padukuhan Nitikan, Desa Semanu, Kecamatan Semanu waktu itu tidak mendapat order dalam jangka waktu berbulan bulan.
Setelah pasar ekspor sepi, masih melalui sekitar belasan perusahaan pemasar atau penjual, ARB Craft masih bertahan melayani permintaan pada sekup lokal DIY dan Gunungkidul. Jumlah peminat produk selalu saja mengalami fluktuatif.
“Saat ini rata-rata bahan yang kami habiskan sekitar 1 rit bambu setiap bulannya. Apabila dihitung jumlah produk yang laku ada sekitar 1000-an pieces. Saat ini karyawan aktif antara 3 atau 4 saja,” urainya.
Tetapi, lanjutnya, tidak menutup kemungkinan akan menambah jumlah karyawan apabila permintaan produk mengalami kenaikan. Selama ini produk yang paling laris terjual berupa nampan. Beberapa produk lain yang dapat dibuat ketika ada pesanan diantaranya; tempat tisu, tempat sampah, tempat gelas, vas bunga, kursi, tempat lilin, tempat sendok, dan lain-lain.
Riyadi mengisahkan, kepiawaiannya dalam membuat aneka produk kerajinan berbahan bambu diperoleh secara turun temurun. Orang tua Riyadi pada tahun 1970-an merupakan pengrajin sangkar burung. Ia pun terjun ikut terlibat membantu pembuatan sejak kelas 5 SD.
Sepeninggal ayahnya, usaha dilanjutkan. Seiring waktu berjalan dampingan dari berbagai instansi ia terima. Beberapa alat kerja diberikan, baik oleh Disperindagkop dan juga Dishutbun Gunungkidul. Adanya dampingan dan fasilitasi, jenis dan ragam produk yang dapat dibuat juga semakin bertambah.
Begitu juga dengan upaya pengenalan produk secara luas, produk Riyadi diikutkan dalam berbagai pameran baik di DIY dan Jateng. “Untuk menggenjot omset saya juga secara mandiri memberikan sampel ke berbagai toko, gerai atau showroom kerajinan di wilayah Bantul,” tambahnya.
Produk yang ia sediakan masih dalam fase setengah jadi. Selama ini tahap finishing berupa pengecatan dan pemberian gambar batik masih melibatkan pihak lain. Meski pernah mendapat pelatihan pewarnaan dan pemberian gambar batik, Riyadi mengaku kesulitan.
“Hasil tidak maksimal, selama ini selalu melibatkan pengarajin topeng Bobung, Patuk. Biaya jasa pengecatan dan pembatikan setiap pieces hampir sama dengan harga produk kondisi setengah jadi yang saya buat,” urainya.
Contoh harga disebutkan, Produk setengah jadi atau belum dicat sekitar Rp. 12.500. Akan naik dengan kelipatan Rp. 2.500 pada setiap tingkat ukuran. Sementara ukuran nampan terdapat hingga 4 tingkatan.
Jelasnya, Sehingga harga produk jadi setelah ditambah biaya finishing cat dan batik dipatok mulai dari sekitar Rp. 30 ribuan. Harga jenis produk lain akan ditentukan dengan menyesuaikan jumlah kebutuhan bahan pembuat dan tingkat kerumitan. (Kandar)