GUNUNGKIDUL, (KH),– Ada-ada saja, jalinan asmara di Kabupaten Gunungkidul justru berujung proses peradilan hukum. Kasus ini melibatkan pengurus Dewan Pimpinan Daerah (DPD) salah satu partai di Gunungkidul.
Bahkan dugaanya, DPD L Parpol yang ikut mengintervensi proses peradilan kadernya yang terlibat kasus hubungan asmara. Saat ini kasus tersebut sedang dalam proses penanganan di Pengadilan.
Kuasa hukum tergugat, Surarji Noto Suwarno menjelaskan, pada tahun 2017 lalu kliennya sempat menjalin hubungan asmara dengan salah seorang anggota partai.
“Dalam perjalanan cintanya, pihak penggugat atau perempuan yang menjadi mantan kekasih klien kami mengklaim telah memberikan sejumlah uang dalam jumlah jumlah besar. Uamg diantaranya untuk membangun rumah dan usaha bersama,” kata Suraji, Jumat (25/11/2022).
Suraji menerangkan, seiring berjalannya waktu, tergugat memutuskan untuk mengakhiri hubungan tersebut. Sehingga penggugat merasa dirugikan lantaran sudah memberikan sejumlah uang kepada tergugat.
“Sebetulnya ini maslah pribadi. Tetapi, ketika sampai di ranah hukum, salah satu pengurus partai ini dalam proses maupun dalam dalil gugatan itu justru mencoba mengintervensi dengan memberikan keterangan lengkap nama partai dan jabatan yang dia emban,” ungkapnya.
Lebih jauh ia mengatakan, dalam proses perkaranya pengurus partai memberikan tekanan kepada tergugat untuk mengembalikan aset yang telah diterima.
“Jika tidak, ancamannya kasus tersebut akan diselesaikan dengan hukum pidana,” tutur Suraji.
Jadi, sambung Suraji, dalam mediasi yang di lakukan penggugat bersama rombongan, salah satu diantaranya pengurus partai berinisial A dengan ibu tergugat, ada perkintaan untuk diselesaikan baik-baik dengan syarat tergugat menyerahkan rumah dan tanah milik ibu tergugat atau tergugat. Jika tidak tergugat akan di penjara dan rumahnya akan disita buat mengganti kerugian penggugat.
“Karena waktu itu tergugat berada di Jakarta, jadi penggugat menyampaikan permintaan kepada ibu tergugat. Apa pantas ibu-ibu yang sudah tua dan tidak tahu apa-apa, tinggal di rumah sendiri diintimidasi secara psikis seperti itu.”
“Terus yang saya bilang intervensi itu karena kalau tidak ada motif tendensi dengan peranan partai, idealnya kan dalam gugatan cukup disebutkan bahwa penggugat dengan tergugat ini kenal dalam sebuah partai politik, nggak usah disebutkan nama partai dengan gamblang, terus dalam posita 18 tidak perlu menyebutkan nama lengkap dan jabatan struktural dalam partai, cukup disebutkan bahwa melalui pejabat partai mencoba memfasilitasi untuk mediasi, begitukan bisa selesai,” tukas Suraji. (Kandar)