DLH: Jika Penapisan Berkonsekuensi Butuh Dokumen Lingkungan, Drini Park Berisiko Dihentikan

oleh -2789 Dilihat
oleh
Drini park
Plt. Kadisoar sekaligus Kepala DLH Gunungkidul, Hary Sukmono. (KH/ Kandar)

GUNUNGKIDUL, (KH),– PT Gunung Citra Wisata asal Bali selaku pengembang Drini Park dinilai tak kooperatif. Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Gunungkidul sejauh ini telah menyarankan agar pengembang melakukan pengajuan penapisan ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH). Namun, permintaan tersebut diabaikan.

Pelaksana Tugas Kepala DPMPTSP Gunungkidul, Irawan Jatmiko baru-baru ini mengatakan, anjuran dilakukan penapisan bukan tanpa alasan. Sebab, lahan pembuatan gedung lobi dan tempat wisata/ restoran sebagian berada di lahan berstatus Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK) Gunungsewu. Sebagaimana keterangan kesesuaian ruang yang dikeluarkan Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (DPTR) Gunungkidul.

Pihaknya tidak ingin timbul dampak kerusakan lingkungan. Konsekuensi lain bagi pengembang, jalannya usaha juga bisa terganggu manakala hasil penapisan mengharuskan dikeluarkannya dokumen perizinan yang lain.

“Perizinan yang diakses melalui Online Single Submission (OSS) memang telah keluar, namun penapisan diperlukan,” katanya.

Sementara itu, Kepala DLH Gunungkidul, Hary Sukmono mengaku belum menerima dokumen apapun dari pengembang. Sehingga penapisan atau pengawasan belum dilakukan.

Menurut Hary, agar bisa dilakukan penapisan sesuai Permen LH no. 4 Tahun 2021 tentang jenis kegiatan usaha yang wajib menyertakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL), pihaknya membutuhkan dokumen yang memuat rencana, jenis, besaran dan lokasi usahanya.

“Sampai sekarang tidak ada dokumen dari pemrakarsa yang sampai ke kami,” kata Hary.

Selain dari pihak pemrakarsa, pihaknya juga butuh data dari Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (DPTR) terkait kesesuaian ruang tempat wahana wisata yang akan dibangun. Tak terkecuali, persetujuan teknis dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Gunungkidul pun juga akan menjadi pertimbangan.

Dengan data-data tersebut, DLH nanti juga mengacu UU Cipta Kerja yang salah satu turunannya berupa PP no. 22 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam PP tersebut dijelaskan mengenai kriteria kawasan lindung.

“Kesesuaian ruang ditentukan DPTR, kalau memang tidak sesuai peruntukannya, maka kami tidak akan memproses dokumen perizinan lingkungan,” tandas Hary.

Lanjutnya, apabila memang sesuai dan jelas jenis, skala, besaran dan dampak serta lama usahanya, maka pihaknya dapat menentukan jenis dokumen yang dibutuhkan. Apakah UKL/ UPL atau AMDAL.

Pihaknya mengakui, melalui OSS memang telah keluar dokumen-dokumen perizinan. Akan tetapi, karena keterangan kesesuaian ruang pun telah keluar, seyogyanya penapisan bisa dilakukan.

“Bukan dalam rangka menghambat tapi penapisan bertujuan untuk memastikan bahwa kegiatan usaha sudah mematuhi norma-norma atau kaidah hukum dan peraturan,” tandas Hary.

Satpol PP saat mengecek proyek pembangunan Drini Park. (dok. Sat Pol PP)

Pihaknya justru akan membantu dan memfasilitasi agar dokumen terbit sesuai dengan syarat dan ketentuan.

Dalam rangka tugas pengawasan, DLH akan melakukannya tanpa menunggu dokumen. Pengawasan diantaranya akan memantau langsung di lokasi tempat kegiatan usaha.

“Harus ada pembuktian dengan cek ke lapangan. Arahan tata ruang berbunyi, agar tidak merubah bentukan dan ekosistem karst, maka harus dilihat bentuk kegiatannya seperti apa,” imbuhnya.

Lebih jauh disampaikan, dokumen izin lingkungan diantaranya untuk memastikan sejak pra konstruksi, pasca konstruksi hingga operasional yang dilakukan seperti apa. Di dalam dokumen yang dibuat bersama pemrakarsa juga memuat rencana kapan usaha dilakukan.

“Dokumen juga mengikat pemrakarsa bahwa mereka punya kewajiban melaporkan secara periodik kegiatan usahanya secara lengkap,” tuturnya.

Disinggung mengenai izin yang telah ditempuh melalui OSS, Hary menyebut, bahwa OSS itu self declare. Artinya, pengisian dilakukan secara mandiri oleh pengembang. Maka, harus ada kejujuran. Mencakup berapa luasan, alat yang digunakan demimian pula kapasitasnya. Lantas realisasinya, apakah sesuai yang diinput atau tidak akan dibuktikan dalam pengecekan.

“Kami punya fungsi pendampingan dan pengawasan. Itu bagian dari tugas kami. Saat ini sedang kami siapkan,” tuturnya.

Dia beberkan, hasil dari pengawasan yang dilakukan, memungkinkan dilanjutkan ke tahap penapisan. Sesuai prosedur pula, pihaknya akan meminta pemrakarsa menyusun dokumen ligkungan. Untuk UKL/ UPL cukup di DLH saja. Namun demikian, apabila dibutuhkan AMDAL, pihaknya akan mengirim atau melimpahkan ke DLH DIY. Sebab, di Gunungkidul belum terdapat Komisi AMDAL.

“Selama semua itu berproses seharusnya dihentikan dulu kegiatannnya untuk sementara,” tegas Hary.

Catatan Kelemahan OSS

Hary paham, OSS merupakan metode pengurusan perizinan usaha agar lebih efektif serta mudah. Hanya saja, sistem yang dibuat terpusat itu tidak disertai instrumen yang lebih rinci. Misalnya saja untuk wilayah-wilayah khusus. Seperti halnya di Gunungkidul yang notabene banyak lahan KBAK.

“Salah satu catatan kelemahan OSS, apabila ada investor merakayasa atau meminimalkan data agar tidak terkena proses penapisan, maka berisiko terjadi ketidaksesuaian,” terang dia.

Baca Juga: Terungkap: Kawasan Proyek Drini Park Berada di KBAK

Untuk itu, terhadap investor yang akan masuk ke Gunungkidul, dia berpesan, lebih baik investor bersedia repot diawal mengurus perizinan lengkap. Akan tetapi, kedepan jalannya usaha akan lebih mudah. Sebaliknya, apabila kegiatan usaha terburu-buru lantas dikemudian waktu kegiatan usaha berbenturan dengan instrumen dan aturan yang lain, pelaku usaha yang berniat menghemat cost atau biaya justru akan terbebani. Baik itu beban biaya hingga risiko berhentinya kegiatan usaha.

Sebagaimana diketahui, Wahana wisata dan restoran akan dibangun di kawasan Pantai Drini, di Padukuhan Wonosobo I, Kalurahan Banjarejo, Kapanewon Tanjungsari, Kabupaten Gunungkidul. Pada permulaannya, proyek yang dijalankan oleh PT Gunung Citra Wisata asal Bali ini telah membelah perbukitan Gunungsewu.Kegiatan tersebut pun memancing pertanyaan banyak pihak soal bagaimana perizinannya. (Kandar)

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar