
KABARHANDAYANI — Hari Senin malam atau malam Selasa Kliwon (12/10/15) telah dilakukan tradisi pembukaan Cupu Panjala di Mendak Girisekar Panggang. Pelaksanaan tradisi tersebut disaksikan oleh ribuan warga yang berasal dari Gunungkidul maupun dari luar Gunungkidul. Kehadiran pengunjung yang membludak dan tetap antusias ini nampaknya masih sama sebagaimana tahun-tahun sebelumnya.Terlepas dari pro dan kontra terhadap tradisi yang sering dihubung-hubungkan dengan ramalan kondisi yang terjadi dalam masyarakat dalam sistem perpolitikan maupun kehidupan sosio-ekonomi masyarakat.
Kepada KH, Ketua Dewan Kebudayaan Kabupaten Gunungkidul CB Supriyanto dalam pertemuan beberapa waktu lalu menuturkan, masyarakat Gunungkidul pada umumnya sudah mengetahui atau paling tidak pernah mendengar tentang Cupu Kyai Panjala. Untuk memahami fenomena di balik kehebohan tradisi pembukaan Cupu Panjala tersebut, ia sempat memberikan penjelasan tentang sejarah dan apa sebenarnya Cupu Kyai Panjala tersebut.
Benda yang dapat dikatakan sebagai pusaka ini bentuknya seperti guci kecil berbahan seperti keramik. Benda tersebut disimpan dalam kotak kayu, lalu dibungkus puluhan lembar kain putih (kain kafan atau mori). Setiap tahun dilakukan pembukaan lalu dibungkus lagi dengan kain yang baru. Benda tersebut disimpan di kediaman Dwijo Sumarto, yang berada di Padukuhan Mendak Desa Girisekar Kecamatan Panggang. Dwijo Sumarto saat ini adalah juru kunci atau yang mewarisi kepemilikan benda tersebut.
Upacara pembukaan benda yang dikeramatkan ini dilakukan setahun sekali pada saat petani hendak menebar benih padi maupun palawija. Tradisi pembukaan kain cupu biasanya bertepatan dengan hari Senin wage malam, (Malem Selasa Kliwon) pada bulan Oktober atau dalam bulan Jawa Jumadilakir.
Pada saat pembukaan cupu selalu saja ribuan pengunjung memadati halaman rumah kediaman Dwijo Sumarto, baik yang datang dari Gunungkidul, maupun dari luar seperti, Bantul, Yogyakarta, Sleman, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jakara dan lainnya.
Menurut para pelaku ritual, tujuan awal ritual ini untuk mengetahui gejala-gejala yang berkaitan dengan masalah pertanian dalam setahun ke depan. Berdasarkan keyakinan yang turun temurun di wilayah tersebut, diyakini bahwa melalui Cupu Panjala dapat diketahui panen akan berhasil atau tidak.
Pertanda tersebut diketahui dari simbol atau gambar yang berada pada lembaran-lembaran kain pembungkus cupu saat dibuka. Fakta di lapangan, sebagian masyarakat masih percaya akan hal ini. Menurut keyakinan masyarakat, melalui pembukaan cupu tersebut diperoleh pertanda mistis atau gaib yang terbukti di kemudian hari.
Pada saat ini, tradisi pembukaan Cupu Panjala tersebut berkembang tidak sebatas ramalan perihal pertanian saja. Tetapi diyakini dapat pula menyangkut masalah politik, sosial dan budaya. Cakupan kejadian yang digambarkan oleh cupu tidak hanya sebatas Gunungkidul saja melainkan se-Jawa bahkan Indonesia. Namun sayang, KH belum memperoleh informasi yang detail sejak kapan tradisi pembukaan Cupu Panjala ini meluas terkait dengan ramalan di luar sektor pertanian untuk penduduk setempat.
Awalnya cupu yang diyakini menjadi benda pusaka tersebut ada lima, yakni; Semar Tinandhu, Kalang Pinantang, Klobot, Bagor, dan Kenthi Wiri. Menurut cerita turun temurun, karena klobot dalam istilah Jawa adalah kulit jagung, sedangkan Bagor itu karung, maka keduanya merasa tidak dihormati. Sebab namanya selalu disebut-sebut setiap mulut manusia tanpa penghormatan sedikit pun. Lalu mereka lenyap tak berbekas, serta tidak kembali hingga sekarang.
Menurut cerita tutur dari pewaris benda tersebut, kejadian hilangnya Bagor dan Klobot itu sudah lama sekali, lebih dari ratusan tahun silam. Dwijo Sumarto yang saat ini merawat benda tersebut mengetahui cerita hilangnya dua cupu berasal dari cerita nenek moyang. Dwijo Sumarto juga menjelaskan, Cupu Kyai Panjala berada di tempat sekarang ini sejak tahun 1957.
Sebelumnya ada di sebelah gereja depan Balai Desa Girisekar. Bahkan dahulunya berada di Temu Ireng Girisuko Panggang. Menurut Dwijo, ritual pembukaan Cupu Kyai Panjala ini sudah turun-temurun sejak ratusan tahun silam.
Dari pewaris benda tersebut diperoleh informasi, Eyang Seyek adalah nama asli Kyai Panjala. Eyang Seyek merupakan orang yang menemukan dan memiliki Cupu Kyai Panjala. Menurut cerita yang berkembang dimasyarakat, Cupu Kyai Panjala didapat Eyang Seyek saat njala (menjaring) di laut.
Eyang Seyek tidak beristri dan tidak memiliki anak, akan tetapi Eyang Seyek memiliki 10 saudara kandung, 5 lelaki dan 5 wanita. Kakek buyut Dwijo Sumarto adalah saudara kandung Eyang Seyek, maka ia menjadi bagian dari ahli waris Cupu Kyai Panjala. Ia sebagai pancer generasi ke-7 trah Kyai Panjala.
Prosesi pembukaan benda tersebut biasanya diawali dengan doa yang dipimpin oleh juru kunci pewaris bertempat di lokasi cupu disimpan, yaitu di Senthong atau rumah bagian belakang. Bagi pemohon suatu hajat biasanya menyerahkan kembang setaman dan wajib berdoa.
Pada pukul 21.00 WIB diadakan selamatan atau kenduri wilujengan dengan berbagai sesaji dan hidangan antara lain nasi gurih, ingkung ayam dan lauk pauk, peyek, srundeng, dan lainnya. Kemudian pada pukul 01.00 WIB upacara pembukaan cupu dimulai dengan kenduri tahap dua.
Pada kenduri ke-2 ini dilengkapi dengan uba rampe yang terdiri dari nasi kenong, lauk-pauk, srundeng, peyek, dan entho-entho. Kemudian, setelah kenduri diadakan makan bersama seluruh pengunjung dengan cara satu piring untuk dua orang atau lebih. Menurut cerita yang berkembang, tidak ada pengunjung yang makan satu piring untuk dirinya sendiri, dengan alasan jika itu terjadi tidak akan mendapat kebahagiaan sepanjang hidupnya.
Setelah selesai makan dilanjutkan dengan upacara memboyong Cupu dari senthong ke rumah depan. Benda tersebut kemudian di tempatkan pada tempat yang disiapkan secara khusus. Diselingi dengan pembakaran kemenyan, dimulailah membuka kain pembungkus cupu satu demi satu.
Pembukaan lembaran satu demi satu kain kondisinya disampaikan dengan pengeras suara, baik gambarnya maupun kondisinya, basah, kering, kotor, atau yang lain. Keluarga trah menyerahkan sepenuhnya kepada pengunjung penafsiran simbol, gambar dan kondisi kain cupu.
Terjadinya suatu kejadian di kemudian waktu oleh sebagian orang dikaitkan dengan simbol dan gambar yang muncul sebelumnya. Misalnya, pada beberapa tahun lalu terdapat gambar coklat-coklat arah timur laut, kemudian beberapa bulan kemudian terjadi bencana Lapindo, gambar sosok pria dan wanita pernah muncul sebelum akhirnya jabatan Bupati Gunungkidul dimenangkan pasangan Suharto SH dan Hj Badingah.
Dalam perkembangannya, Cupu Kyai Panjala diyakini sebagai simbol atau alat peramal untuk kondisi atau kejadian bangsa Indonesia dalam masa setahun ke depan. Semar Tinandu adalah gambaran keadaan penguasa dan pejabat tinggi, Palang Kinantang adalah gambaran untuk masyarakat menengah ke bawah, sedangkan Kenthiwiri adalah gambaran untuk rakyat kecil. Banyak warga lokal bahkan juga dari luar kota yang masih percaya akan hasil ramalan tersebut. Karena itu, digunakanlah acara ritual pembukaan cupu tersebut untuk meminta berkah.
Itulah sekelumit tradisi pembukaan Cupu Panjala dan sistem keyakinan yang berkembang di masyarakat yang melingkupinya. Perkara yakin atau tidak yakin, benar atau salah pada akhirnya bergantung pada pandangan sistem keyakinan masing-masing pribadi.
Secara faktual, tradisi yang sudah berjalan turun temurun tersebut masih tetap dilaksanakan sampai saat ini. CB Supriyanto menggarisbawahi, bahwa tradisi tersebut dapat menjadi sebuah wisata spiritual. Menurutnya, berkumpul bersama, makan bersama, dengan hidangan yang sama pula tanpa membedakan pangkat dan derajat adalah nilai positif bagi kehidupan.
_________
Penulis: Sukandar. Narasumber: CB Supriyanto dan Dwijo Sumarto.