Dari Tukang Loper Koran Lahirlah Novel Mars

oleh -13018 Dilihat
oleh
Novel Mars yang diangkat ke layar lebar
Novel Mars yang diangkat ke layar lebar
Novel Mars yang diangkat ke layar lebar

SEMANU, (KH),– Aisworo Ang penulis novel Mars mendadak menjadi perbincangan, setelah tersiar kabar di media bahwa karyanya akan diangkat ke layar lebar oleh rumah produksi besar Multi Buana Kreasindo. Film dari novel tersebut rencananya dibintangi para artis tersohor, seperti Kinaryosih, Acha Septriasa dan Jajang C Noor.

Banyak pihak penasaran, siapa sesungguhnya Aishworo yang sebelumnya sama sekali tak dikenal di jagat kepenulisan. Kiprah Aishworo Ang di dunia tulis-menulis novel dalam batas-batas tertentu mirip dengan Andrea Hirata, penulis Laskar Pelangi.

Kusworo atau Aish nama panggilan popupernya, sebelumnya tak pernah menulis cerpen maupun puisi. Ia tiba-tiba menulis tidak saja sebuah novel, melainkan tetralogi (4 novel bersambung) Janji Langit, Janji Langit 2, Janji Langit 3, Janji Langit 4  yang diterbitkan Hikam Pustaka.

Janji Langit mengisahkan perjuangan dua orang dalam mencari Tuhan. Novel Janji Langit dipuji, lantaran dinilai mampu menjadikan filsafat yang identik dengan kerumitan menjadi mudah dipahami, bahkan lucu.

Lelaki sederhana lulusan UMY jurusan Pendidikan Agama Islam ini, selain menjadi seorang penulis, sehari-hari juga sebagai seorang pengajar di SMK Muhammadiyah Tepus Gunungkidul. Sampai kini ia juga masih aktif sebagai tukang loper koran, pekerjaan yang sering kali dianggap remeh oleh mayoritas masyarakat. Ia masih menekuni pekerjaannya meloper koran itu, karena menurutnya merupakan pekerjaan yang menyenangkan.

“Jadi loper koran masih sampai saat ini, sudah 8 tahun. Kenapa masih bertahan sampai sekarang? Ya, karena pekerjaannya singkat, dan bermanfaat. Selain waktunya yang singkat, dengan loper dari jam lima hingga setengah tujuh pagi, saya mendapatkan banyak informasi dari membaca koran-koran  itu” tuturnya.

Setahun berselang, Aish kembali menulis novel dengan judul Mars yang diterbitkan Diva Press. Ia mengaku, untuk proses pembuatan novel Mars ini hanya membutuhkan waktu sekitar 4-5 bulan.  Novel itu menceritakan perjuangan seorang perempuan dusun yang lugu dan buta huruf bernama Tupon dalam menyekolahkan putrinya bernama Sekar Palupi.

Tupon dan putrinya menjelang malam selalu melihat langit sebelah barat, menyaksikan kerlap-kerlip bintang, menyaksikan bintang berwarna merah, yang tidak lain adalah planet Mars. Oleh Tupon, bintang merah itu disebut Lintang Lantip.

Tiap kali melongok langit itu, Palupi yang masih kecil selalu merengek minta diajak ke Lintang Lantip. “Aku mau ke Lintang Lantib, Mbok”. Setiap kali pula Tupon menjawab, jika Palupi mau ke sana caranya adalah dengan sekolah yang rajin.

Pada akhirnya, keinginan Palupi ke planet Mars tercapai. Bukan benar-benar ke planet merah itu, melainkan menjadi pakar planet Mars. Palupi menjadi astronom bidang planet Mars.

Novel Mars inilah yang lantas menarik sebuah rumah produksi untuk mengangkatnya ke layar lebar. Beberapa waktu lalu, produser dan kru rumah produksi ini juga telah bertemu dengan jajaran pejabat Pemkab Gunungkidul untuk memulai shooting di wilayah Playen.

Kusworo mengaku, dalam menulis tidak punya target tertentu. Yang penting baginya, menulis bisa menjadikannya senang. “Jika menulis tidak membuat senang, ya biasanya saya tidak akan menulis dulu. Menunggu sampai mood-nya hadir kembali,” katanya pada Kabar Handayani (9/01/15).

Ia pun tak terlalu ambil pusing apabila novel yang ditulisnya diterbitkan atau tidak. “Janji Langit dulu niatnya untuk sekedar mengingat persahabatan saya dengan teman-teman di IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah). Pak Faizus dan Pak Azhar yang inisiatif untuk mengirim ke penerbit”, lanjutnya.

Ditanya apakah saat ini masih aktif menulis, Aishworo mengaku sudah tidak seaktif beberapa tahun yang lalu. Ia lantas berkisah tentang dua naskah novel yang belum selesai, yaitu Pulung Gantung dan sebuah naskah yang mengisahkan tentang kisah genosida atau pembantaian besar-besaran yang terjadi di Luweng Grubug di Semanu terhadap orang-orang yang dianggap anggota PKI.

“Iya, belum rampung-rampung, padahal sudah tiga tahunan. Persoalannya adalah, saya tidak punya buku referensi yang cukup. Apa yang saya tulis ini bertema sejarah yang serius. Jika salah, bisa fatal akibatnya. Makanya sumbernya harus benar-benar valid, tidak boleh hanya ngarang dan berimajinasi saja,” terang lelaki kelahiran Sambirejo, Semanu ini.

Disinggung soal rencana pembuatan film Mars yang diadaptasi dari novel Mars tanpa melibatkan dirinya sebagai penulis novel, Kusworo mengaku kaget, bangga sekaligus kecewa. Ia berharap segera ada pertemuan antara dirinya dengan pihak penerbit dan juga pihak pembuat film.

“Intinya saya berharap bisa lebih dihargai sebagai seorang penulis, sejelek apapun karya saya.” tuturnya. (Gemma Hanggarsih/Jjw).

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar