Bronjong Berbahan Limbah dari Ngawen Laris di Berbagai Kota

oleh -10273 Dilihat
oleh
Bronjong
Totom menunjukkan produk Bronjong bikinanya. (KH)

GUNUNGKIDUL, (KH),– Ada yang pernah melihat orang naik sepeda motor mengangkut berbagai barang bawaan menggunakan bronjong berwarna hijau melintas di jalan raya Gunungkidul? Bisa dipastikan, bronjong hijau tersebut berasal dari Dusun Sambeng 1 atau Sambeng 2, Desa Sambirejo, Ngawen, Gunungkidul.

Warga di wilayah itu merupakan satu-satunya produsen Bronjong di Gunungkidul. Bukan hanya dijual sebatas wilayah Gunungkidul, Bronjong asal Ngawen juga laku keras di berbagai kota. Mulai dari seputar Yogyakarta sampai ke wilayah Solo dan Jawa Timur.

Salah satu pengrajin Bronjong, Totom Yulianto berkisah, dusun wilayahnya tinggal dulu merupakan sentra kerajinan bambu. Perkakas rumah tangga yang dibuat antara lain Tomblok, Tenggok, Bronjong, Pengki atau serokan sampah dan Krindik atau tempat bunga ziarah makam.

“Sekitar 2008 ada warga yang mengenal tali plastik, atau plastik PET limbah dari perusahaan garmen. Beberapa warga mulai mencoba membuat aneka kerajinan dengan ragam yang sama ketika memanfaatkan bahan dasar bambu,” kata lelaki berusia 36 tahun ini, Rabu, (11/5/2022)

Tali strapping band PET mereka beli dari pengepul di Pedan, Klaten. Tiap kilogram saat ini harganya Rp8 ribu. Mengenalkan Bronjong berbahan tali plastik itu tak mudah, masyarakat yang dulu terbiasa dengan produk kerajinan berbahan bambu meragukan kekuatannya.

Yadi, Lastri, dan Warsidi merupakan sederet nama generasi orang seumuran orang tua Totom yang mencoba memanfaatkan tali PET sebagai bahan dasar pembuatan Bronjong.

Totom melanjutkan cerita, saat awal mula percobaan pembuatan Bronjong menggunakan bahan dasar tali plastik, ia sudah tak lagi kembali merantau. Karena tak punya kerjaan di kampung, dia, bisa dibilang setengah terpaksa ikut membuat Bronjong.

Bronjong
Bronjong siap kirim ke pedagang. (KH)

“Saya mengalami sendiri mengenalkan ke pasar produk Bronjong berbahan plastik. Awal-awal memang banyak yang meragukan kekuatannya. Waktu itu hanya bawa 6 biji tiap saya keliling pakai motor, baik di seputar Gunungkidul dan ke pasar di seputar Jogja,” ungkap bapak 3 anak ini.

Dia begitu gigih. Pedagang penyedia perkakas dari satu pasar ke pasar lain dia kunjungi. Dia tawari Bronjong bikinannya. Kini usahanya menuai hasil menggembirakan.

Sekarang dia bersama 3 adik menekuni kerajinan Bronjong dan aneka produk lain. Masing-masing juga memberdayakan warga sekitar guna mengejar target permintaan.

“Saya biasa menjual sekitar 150 unit per bulan. Dengan harga mulai Rp110 hingga Rp130 ribu per biji, omsetnya belasan juta. Yang menjadi pemasar ke daerah luar di sini ada sekitar 7 orang. Sementara pengrajin ada sekitar 50-an orang,” beber Totom yang membuat akun youtube Toma Bronjong ini.

Dia memang telah mejalankan bisnis mengikuti trend. Tak hanya secara konvensional, produknya juga ditawarkan secara online melalui berbagai platform media sosial.

Penjualan online cukup membantu menaikkan permintaan. Lelaki berkaca mata ini masih berkeliling sendiri mengantar pesanan Bronjong ke berbagai wilayah menggunakan sepeda motor. Sesekali pakai mobil jika jumlah permintaan cukup banyak, serta wilayahnya tergolong jauh.

Dari hasil usahanya dia mampu menafkahi keluarga lebih dari cukup. Bisa menabung, merenovasi rumah, membeli mobil bak terbuka dan beli motor.

Lelaki yang mengenalkan salam pembuka “Salam Bronjong Indonesia” di tiap konten youtube ini mengaku, produk lain selain Bronjong juga ikut laris. Produk seperti vas bunga, tempat sampah, tas, dan keranjang pakaian, tiap bulan laku hingga 100-an biji.

Bronjong
Proses pembuatan kerajinan berbahan dasar tali PET selain Bronjong. (KH/ Kandar)

Totom menambahkan, setidaknya ada dua jenis perbedaan Bronjong sesuai wilayah pemasaran. Bantul dan Magelang tak memerlukan rangka kayu pada penghubung dua wadah. Kepetingannya agar orang yang membonceng motor lebih nyaman duduk di antara dua wadah.

Sementara ciri khas Bronjong untuk Gunungkidul dan wilayah sebelah timur Gunungkidul dilengkapi rangka kayu di antara dua wadah. Tujuannya supaya lebih kuat. Sebab, sebagian masyarakat memanfaatkan Bronjong untuk membawa beban yang berat, seperti ternak kambing.

Ukuran dimensi Bronjong secara umum cocok untuk semua ukuran jok motor. Namun, ada beberapa jenis motor perlu ukuran khusus. Untuk motor bebek sejuta umat, Honda Supra dan generasinya ia jamin pasti langsung pas dan kompatibel.

“Kalau ke Jogja dan kota lain mengantar pesanan saya biasa berangkat usai subuh. Pakai motor saya bawa 16 Bronjong. Kami bersyukur, rutinitas saat ini tinggal bikin dan antar,” tukas Totom. (Kandar)

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar