WONOSARI, kabarhandayani.– Jasa angkutan umum trayek Wonosari-Jogja pp nampaknya sudah mulai terpinggirkan. Pasalnya masyarakat saat ini lebih banyak yang memililih pakai kendaraan pribadi entah itu mobil atau sepeda motor untuk bepergian. Fenomena ini sebenarnya berkebalikan dengan kondisi yang terjadi di negeri-negeri maju, di mana angkutan umum justru menjadi pilihan warganya untuk memenuhi kebutuhan perjalanannya, karena sifatnya yang efisien dan efektif.
Banyak sopir angkutan umum trayek Jogja-Wonosari yang mengeluhkan hal ini. Pendapatan mereka kian menipis dari hari ke hari. Ini menjadi salah satu bukti bahwa nasib angkutan umum sudah mulai tereliminasi. Tidak seperti dulu lagi, di mana angkutan umum, baik bus maupun mikrobus menjadi favorit hampir semua anggota masyarakat terutama yang tidak memiliki kendaraan pribadi.
Salah satu sopir angkutan umum trayek Wonosari-Jogja pp, Sunarto (47) mengungkapkan, banyaknya kendaraan pribadi terutama sepeda motor adalah salah satu faktor yang menyebabkan angkutan umum tidak lagi diminati masyarakat.
Menurut Sunarto yang sehari-hari berada di belakang kemudi bus Rawit Mulyo, keadaan angkutan umum saat ini nampaknya memang sudah ditinggalkan masyarakat. Menurutnya, pengguna angkutan umum khususnya bus hanyalah mereka yang tidak mempunyai pilihan karena memang tidak memiliki kendaraan untuk bepergian.
“Hanya pelajar, bakul, dan penglaju saja yang kini yang memakai jasa angkutan bus atau anak bus,” kata Sunarto menceritakan kisahnya, saat ditemui di komplek Terminal Dhaksinarga, Selang, Wonosari, Selasa, (17/6/2014).
Meskipun kondisi jasa angkutan umum trayek Jogja-Wonosari kini mulai terpinggirkan, Sunarto sama sekali tidak surut semangat untuk tetap berada di belakang setir. Ia tetap mengampu jalannya kehidupan, mengantarkan setiap orang yang masih mempercayakan kebutuhan perjalanan dengan menumpang bus yang dikemudikannya.
Warga Tegalsari Siraman Wonosari ini mengaku, telah mulai menjadi sopir angkutan umum sejak tahun 1985. Sampai saat ini tetap semangat, mesti penghasilan hanya pas-pasan untuk bertahan mencukupi kebutuhan keluarga. “Sehari dapat Rp 20.000,- itu biasa,” kata Narto sembari melepas topi yang ia kenakan.
Sunarto bercerita, dulu saat angkutan umum masih menjadi pilihan masyarakat di Gunungkidul, ada kurang lebih 110 armada bus dan anak bus di Kabupaten Gunungkidul yang melayani trayek Wonosari – Yogyakarta pp. Kini, ternyata hanya tinggal sekitar 50 armada yang masih beroperasi dengan kondisi yang seadanya.
Meski jumlah armada angkutan umum berkurang, lanjut Sunarto, jumlah penghasilan yang ia peroleh masih saja minim dan hanya pas untuk membeli rokok. “Jumlah penumpangnya lebih sedikit dari pada jumlah bus,” cetus Sunarto sambil terkekeh. Nampaknya yang dimaksudkan adalah jumlah penumpang lebih sedikit dari kapasitas tempat duduk armada bus yang beroperasi.
Sunarto mengaku, mesti pendapatan minim, berada di belakang setir bus memang sudah menjadi pilihan hidupnya. Sampai saat ini Sunarto masih dengan senang hati menyusuri setiap tikungan, menapaki jalan yang naik turun di jalur Jogja-Wonosari. “Belum ada pilihan lain, meski penghasilan sedikit tapi saya bersyukur,” katanya. (Juju/Jjw).