Benar-benar tersembunyi, lokasi berada di bibir tebing pantai selatan, beberapa ratus meter di arah timur dari kawasan Pantai Bekah. Kegiatan dihadiri Muspika Purwosari, Ketua Dewan Kebudayaan Kabupaten Gunungkidul, Kasi Adat Tradisi Dinas Kebudayaan DIY, tim monitoring pendamping desa budaya kKabupaten Gunungkidul, Forum pendamping desa budaya Gunungkidul, anggota DPRD DIY, serta seniman juga tokoh budaya dari berbagai daerah.
Menurut penuturan Pendamping Desa Budaya, Andhi Tri Laksana, S.pd, Babat Dalan (Pembukaan/ pembersihan jalan) menuju Gebangkara merupakan tradisi turun temurun dari nenek moyang. Tradisi dilakukan sebagai wujud syukur kepada tuhan atas karuniaNya.
“Babat Dalan merupakan kebiasaan nenek moyang di kawasan Gebangkara sebelum panen. Sesuai cerita, jenis padi yang dipanen zaman dahulu yakni padi jawa (padi dengan batang tinggi), petani membawa pulang hasil panenan dengan cara dipikul melewati jalan setapak penuh semak belukar,” papar Andhi.
Sehingga, lanjutnya, banyak tangkai padi yang tersangkut dan rontok karena masih rimbunnya semak di kanan kiri jalan setapak. Oleh sebab itulah warga bersama-sama melaksanakan Babat Dalan. Hingga saat ini kebiasaan tersebut berubah menjadi rangkaian kegiatan upacara adat atau tradisi.
Sementara, dua petilasan dikenal memiliki nama Eyang Jogoniti dan Eyang Troyuda. Keduannya diyakini sebagai cikal bakal masyarakat setempat. Mereka merupakan bagian dari prajurit pelarian Majapahit. (Kandar)