Alat tersebut diberi nama Atabela, akronim dari Alat Tanam Benih Langsung. Diceritakan, alat ini dibuat sekitar September 2019 saat ia berjumpa dengan Ir. Mahargono MSc, tim Alsintan dari Balitbangtan BPTP Yogyakarta.
“Kami bekerjasama dalam memodifikasi alat mesin tanam benih langsung/atabela yang disesuaikan dengan kondisi lahan kering di Gunungkidul,” terang lelaki yang berdinas di UPTD BPTP Dinas Pertanian DIY dengan wilayah kerja Kecamatan Paliyan dan Saptosari ini.
Menurut dia, alat tersebut dikhususkan untuk penanaman dengan sistem Jajar Legowo di lahan kering. Tajarwo biasa dilaksanakan di sawah basah sedang di lahan kering agak susah, sehingga kehadiran alat ini diharapkan lebih mempermudah dan efisien.
Ia menyebutkan efektivitas fungsi Atabela, jika menanam padi dengan sistem ponjo (tuggal) di lahan seluas 1.000 meter persegi dengan tenaga kerja 2 orang membutuhkan waktu 2 Hari (dimulai jam 7.00 WIB pagi s.d. jam 4.00 WIB sore). Namun dengan Atabela, menanam padi seluas 1.000 meter persegi dapat dilakukan selama 3 jam saja dengan tenaga 2 orang.
Saat ini dirinya telah melayani pemesanan alat tersebut. Harga pembuatannya hanya berkisar Rp. 1,8 juta saja.
Sementara itu, Mahargono menambahkan, alat tersebut telah diuji coba di Semanu Selatan untuk kegiatan Largo Super. Terbukti penggunaan alat jauh lebih efisien dari segi tenaga.
“Pada musim tanam 2019/2020 alat Atabela juga dipergunakan di Trengono, Sidorejo Ponjong dalam kegiatan pengembangan replikasi Largo Super Padi Gogo,” jelas Mahargono.
Sebagaimana tujuan pembuatan alat mesin pertanian, Atabela dimaksudkan untuk memudahkan, memperlancar, mempercepat, dan menghemat tenaga kerja dalam kegiatan bertani.
Dirinya berharap, Alsintan tersebut mampu meringankan proses olah tanah dalam bertanam Padi Gogo, serta memelihara semangat bertani, sebagai penyedia pangan bagi masyarakat.
“Dirharapkan Kepada Dinas Pertanian dan Pangan agar mulai melaksanakan dem Atabela di kecamatan-kecamatan lain di Gunungkidul,” kata Mahargono. (Kandar)