WONOSARI, (KH)— Sebagian besar kasus penderita laptospirosis merupakan warga Gunungkidul yang tinggal di zona utara. Berdasar penelusuran dari Dinas Kesehatan Gunungkidul, terdapat kesamaan riwayat kebiasaan yang ditengarai menjadi penyebabnya.
Kepala Seksi Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) dan Zoonosis, Yudo Hendratmo SKM, belum lama ini mengatakan, dari sekian kasus yang ada penderita memiliki kebiasaan beraktivitas di ladang atau sawah sebelum matahari terbit.
“Penularan bakteri Leptospira sp yang ditularkan melalui hewan ke manusia melalui kencingnya. Rata-rata oleh tikus,” ungkap Yudo.
Sambung Yudo, Air kencing tikus yang mengandung bakteri berada di kawasan berair atau basah seperti sawah dapat masuk ke manusia melalui selaput lendir, mulut, mata atau luka. Luka pada bagian tubuh tertentu memiliki kerentanan lebih tinggi masuknya bakteri.
Namun demikian, meski tidak ada luka tetapi apabila terendam di air terlalu lama juga memiliki faktor resiko terkena bakteri. “Banyak penderita setelah terdata memiliki kebiasaan beraktivitas di sawah saat matahari belum terbit. Hal ini menjadi salah satu faktornya,” terang Yudo.
Jelasnya, karena belum terkena paparan sinar matahari sehingga bakteri belum mati. Untuk itu sangat disarankan apabila beraktivitas di sawah lebih baik setelah matahari terbit. Jika tidak sudah semestinya petani memakai Alat Pelindung Diri (APD).
“Ada baiknya di sawah memakai sepatu boot, kaos tangan dan memperhatikan apakah di kaki dan tangan ada luka atau tidak,” himbaunya. Selain itu mengupayakan selalu perilaku hidup bersih di lingkungan rumah. Masyarakat harus semaksimal mungkin berusaha agar kondisi rumah bebas tikus. (Kandar)