Aktivis Perpusdes Semin Ini Jadi “Dosen Tamu” di Kupang

oleh -5715 Dilihat
oleh
Suparno sedang mempresentasikan materi dalam pelatihan pengelolaan perpustakaan di Kupang NTT. Dok: istimewa.

SEMIN, (KH),- Bermodal pengalaman dan kesetiaan mengelola perpustakaan desa, Suparno (41), seorang petani warga Desa Bendung Semin Gunungkidul berkesempatan menjadi salah satu “dosen tamu” dalam Program Pengembangan Perpustakaan Kabupaten dan Desa di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Suparno bersama para aktivis perpustakaan lainnya bertugas sebagai trainer/fasilitator dalam pelatihan pengelolaan perpustakaan bagi para aktivis perpustakaan kabupaten/desa/kelurahan se-Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Kegiatan ini merupakan bagian dari program pengembangan perpustakaan yang difasilitasi Coca Cola Foundation Indonesia (CCFI). Perpuseru adalah nama populernya. Pelatihan pengelolaan perpustakaan kabupaten/desa yang digelar di Aston Hotel Kupang selama 5 hari (5-9/3/18) ini sekaligus menjadi ajang berbagi pengalaman pengelolaan perpustakaan oleh para fasilitator yang sekaligus praktisi perpustakaan dari berbagai daerah.

Pelatihan pengelolaan perpustakaan ini sangat lengkap. Selain menunjuk Suparno yang mewakili perpustakaan tingkat desa/komunitas (Perpus Ngupaya Pinter dari Bendung Semin Gunungkidul), CCFI juga menunjuk 5 pegiat perpustakaan lainnya, yaitu: Anang Fitriyanto (Perpusda DIY), Warih Setyo Murti (Perpusda Wonosobo), Tutik Indriyani (Perpusda Lumajang), dan Hestiyono (Perpusda Probolinggo).

“Saya sangat bersyukur, karena mendapat kepercayaan dari PerpuSeru Coca Cola Foundation Indonesia sebagai trainer dalam pelatihan komputer dan internet dasar untuk pengembangan perpustakaan di NTT. Pelatihan ini diikuti oleh perwakilan dari Dinas Perpustakaan daerah setempat serta perwakilan dari pengelola perpustakaan desa yang berasal dari Kabupaten Ende, Kabupaten Alor, Kabupaten Sikka dan Kabupaten Sumba Barat Daya. Jumlah peserta 46 orang, dibagi dalam 2 kelas,” ungkap Suparno.

Dalam pelatihan tersebut, Suparno mendapatkan penugasan khusus untuk mempresentasikan materi Penggunaan Internet untuk Mendukung Pertanian dan Manfaat Internet dalam Pengembangan Perpustakaan. “Saya menularkan pengetahuan dan pengalaman penggunaan media sosial khususnya facebook untuk berbagi pengetahuan pertanian dan pengembangan perpustakaan desa,” ujar Suparno.

Dalam pelatihan tersebut, Suparno juga berbagi pengalaman tips dan trik internet sehat. Internet sehat menurut Suparno adalah pemanfaat teknologi internet untuk hal-hal yang bermanfaat dalam menunjang kegiatan sehari-hari dalam kehidupan keluarga dan masyarakat.

“Bagi saya, penugasan ini merupakan materi yang berat dan tidak main-main. Karena itu, hal paling penting yang saya sampaikan sebagai kata kunci adalah dengan dilandasi rasa keikhlasan dan ketulusan hati untuk berguna bagi orang lain, maka akan melahirkan rasa kasih sayang dan saling membantu. Demikian pula dengan pengembangan perpustakaan,” ungkapnya.

Sehari-hari Suparno bekerja sebagai petani. Warga Desa Bendung Semin berpendidikan terakhir SMA ini memang memiliki tekad kuat untuk belajar dan mengembangkan diri. Bersama warga lainnya, ia mendirikan Perpustakaan Desa Ngupaya Pinter. Perpusdes tersebut sekaligus mereka jadikan sebagai pusat ngelmu lan laku (center for research and development) pertanian di desanya. Berbagai inovasi pertanian telah mereka kembangkan, mulai dari budidaya padi berbagai varietas, bawang merah, jagung, cabai, kacang panjang, coklat, dan komoditas lainnya.

Tak segan para anggota Perpusdes Ngupaya Pinter ini selalu mencoba menanam berbagai komoditas pertanian. Sebagian besar pengembangan pertanian yang mereka lakukan bermula dari buku dan penggunaan internet di perpustakaan mereka.

“Bagi saya penugasan ke Kupang Nusa Tenggara Timur ini merupakan anugerah Allah yang luar biasa. Karena saya hanya seorang petani dan pengelola perpustakaan desa dipercaya oleh CCFI sebagai trainer. Saya tidak ada apa-apanya dibanding orang-orang hebat para pustakawan propinsi dan kabupaten yang menjadi trainer,” urai Suparno tentang penugasannya yang baru saja selesai dilaksanakan.

Menurut Suparno, penugasan yang diberikan kepadanya merupakan pengalaman hidup tak ternilai harganya.  “Bagi saya, gaji terbesar yang pernah kuterima adalah sebagai pengelola perpustakaan. Karena begitu besarnya hingga aku tak mampu menghitungnya. Bantulah aku menghitungnya, maka sebagian akan kuberikan kepadamu,” ungkapnya.

Para fasilitator dan pengelola Perpuseru CCFI. Dok: istimewa.

Ditanya tentang penggunaan internet dan media sosial di Gunungkidul, Suparno mengamati, bahwa akhir akhir ini medsos didominasi muatan berita dari copy-paste tokoh-tokoh politik. Menurutnya, barangkali saat ini sedang jamannya begitu.

“Bila saja saya boleh usul, kedepankan isu-isu yang mendidik masyarakat, dunia masyarakat kampung yang apa adanya. Saran saya, sebaiknya mengurangi share berita yang kurang jelas sumbernya, dan memanfaatkannya untuk hal-hal yang lebih mendidik dan berlaku bagi seluruh lapisan masyarakat” pungkasnya. (Tugi).

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar