KARANGMOJO, (KH),– Booming wisata gua Pindul beberapa waktu lalu membuat jasa parkir kendaraan wisata dan sewa kamar mandi menjadi sebuah bisnis yang menguntungkan. Warga yang mempunyai lahan di seputaran obyek wisata pun banyak yang membangun fasilitas tersebut.
Begitupun yang dilakukan oleh salah seorang warga Padukuhan Gelaran 1, Kalurahan Bejiharjo, Kapanewon Karangmojo, Gunungkidul, Purwanti.
Warga tersebut membeli lahan di sekitar obyek wisata Gua Pindul kemudian membangunnya menjadi area parkir dan beberapa unit kamar mandi. Di lokasi ini, dia juga membangun pagar tembok sepanjang kurang lebih 20 meter dan tinggi 2 meter.
Pagar tembok yang dia bangun ini memang berada pada lahan miliknya. Akan tetapi, pagar tersebut menutup akses masuk 5 KK tetangganya. Sebuah pintu kecil memang dibuat, akan tetapi ukuran lebar dan tingginya tidak memadai. Hanya cukup untuk lewat satu orang saja.
“Sudah 6 tahun dari tahun 2015, tembok ini dibangun, terus terang selama itu kami sangat kesulitan akses jalan masuk ke rumah kami,” terang Eni (36), salah satu warga dari 5 KK yang tertutup aksesnya, Kamis (5/8/2021).
Akses jalan yang disediakan memang sangat kecil. Lebarnya kurang dari satu meter dan tidak terlalu tinggi. Sangat sulit dilewati kendaraan roda dua.
“Jangankan untuk lewat sepeda motor, sepeda ontel pun sulit, kalau orang yang lewat badannya agak tinggi pun kalau tidak menunduk, kepalanya bisa terbentur,” lanjutnya.
“Ada jalan lain memang, tapi harus memutar jauh, dan itupun tidak bisa dilewati kendaraan roda empat,” imbuh Warindi, ketua RT setempat.
Warindi menambahkan, selain pintu kecil itu, sebetulnya di samping tembok ada jalan lain, tapi berupa tangga batu berundak.
“Ada tangga berundak, tapi hanya bisa dilewati orang, itupun licin dan orang yang lewat rawan terpeleset,” imbuh Warindi.
Hal senada diungkapkan oleh Poniyati (68), seorang warga yang juga tertutup aksesnya. Dia mengaku sangat kesulitan ketika lewat pintu kecil itu saat pulang dari ladang dengan membawa pakan ternak.
“Kula mboten saget lewat menawi kalih nggendong pakan, kedah didekke pakane, mboten saget digendong, (Saya tidak bisa lewat dengan menggendong pakan, pakan ternak harus saya buat berdiri agar bisa lewat, tidak bisa dengan cara digendong),” ungkap Poniyati dengan logat Jawa yang kental.
Poniyati juga menceritakan, sebelum area parkir dan tembok dibangun, dulu di lokasi itu ada jalan yang lebar.
“Niki ki sakderenge ditembok ngeten niki nggih enten dalane, (disini dulu sebelum dibangun tembok ada jalannya),” imbuhnya dengan nada gusar.
Kegusaran 5 KK yang kesulitan masuk ke rumah mereka ini akhirnya sampai pada puncaknya. Beberapa waktu lalu ada salah seorang lansia bernama mbah Mayem yang sakit dan meninggal dunia. Sebelum meninggal keluarga bermaksud membawanya ke rumah sakit, akan tetapi akses pintu kecil itu tidak bisa dilalui menggunakan kursi roda, sehingga mbah Mayem harus digendong terlebih dulu.
Dalam kesempatan yang sama, Tomi Harahap, seorang pengacara yang menjadi mediator pemilik area parkir dengan warga menyampaikan, akses jalan yang tersedia selama ini memang tidak memadai.
“Proses mediasi sudah kami lakukan sejak beberapa waktu lalu. Kami ingin agar tembok ini dapat dibongkar sebagian, sehingga ada akses jalan yang memadai, bisa dilewati roda empat, Ambulance atau mobil Damkar,” terang Tomy.
Tomy melanjutkan, hasil dari mediasi akhirnya disepakati agar pintu kecil ditutup dan sebagian tembok di sisi timur dibongkar untuk dibuat jalan.
“Hari ini rencana akan dilakukan pembongkaran bagian tembok sisi timur untuk memberikan akses jalan bagi warga. Semoga setelahnya masalah ini dapat terselesaikan,” pungkas Tomy. (Edi Padmo)