TEPUS, kabarhandayani.– Warga Padukuhan Pulegundes, Desa Sidoharjo, Kecamatan Tepus sebagian besar di musim kemarau memang selalu membeli air bersih dari tangki air seharga lebih dari Rp 100 ribu per tangki. Namun siapa sangka kalau di kawasan ini sebenarnya terdapat 60-an sumur sederhana yang dibangun oleh masyarakat secara swadaya.
Sastro Setu salah satu warga Padukuhan Pulegundes menuturkan puluhan sumur itu sengaja dibangun di kawasan ladang karena di situlah satu-satunya daerah yang ada sumber airnya. Daerah ini saat musim kemarau merupakan kawasan pertanian sayur-sayuran yang berdekatan dengan Pantai Sundak, Slili, dan Pantai Drini. “Jenis sayur-sayuran seperti cabe, terong, dan bayam yang kami tanam di sini. Meski hasilnya sedikit tapi lumayan kalau untuk dikonsumsi sendiri,” terang Sastro, Kamis (3/7/2014).
Meski berdekatan dengan pantai, air dari sumur-sumur itu tidak berasa asin sehingga aman untuk dikonsumsi. Sastro menuturkan selain untuk menyirami tanaman sayur-sayuran, air sumur juga digunakan untuk mandi dan mencuci. “Untuk menghemat air, warga biasanya juga ke sumur itu untuk mandi dan mencuci. Kadang juga membawa pulang air dengan jerigen untuk kebutuhan di rumah,” lanjutnya.
Sastro menambahkan, kedalaman penggalian sumur bervariasi antara sumur yang satu dengan yang lainnya. Sedangkan biaya pembuatan sumur ini berkisar Rp 5-7 juta, “Ada sekitar 60-an sumur milik warga di sini. Semuanya ada di ladang karena kalau menggali di rumah air benar-benar tidak keluar,” katanya.
Menyikapi hal ini Sastro berharap akan adanya perubahan tentang pengelolaan air. Ia berpendapat, warga masih terlalu sulit untuk berfikir jauh ke depan membahas tentang sumber air di ladang ini bisa masuk ke pemukiman warga dengan mudah.
“Dulu memang ada rencana ke arah situ, tapi sepertinya saat ini tak lagi berjalan. Beberapa sumur besar bahkan sekarang bermunculan untuk dijual ke tangki-tangki air sehingga pembahasan rencana itu seperti tak lagi ada. Sepertinya warga sini memang butuh orang yang benar-benar ingin berkorban dan fokus terhadap rencana ini. Tapi hingga kini saya sendiri juga tidak tahu siapa oranganya,” lanjutnya.
Hingga kini Sastro masih berharap ada orang yang benar-benar bisa memprakarsai rencana itu hingga terwujud. Seumpama ada, ia yakin dengan sekuat tenaga warga akan membantu, “Kalau saya, jujur saja nggak mampu memprakarsai hal itu. Saya hanya petani yang tak pernah tahu alur yang harus dilalui,” pungkasnya. (Maryanto/Hfs)