SAPTOSARI, (KH) — Baru-baru ini Kecamatan Saptosari mengadakan MoU dan Deklarasi pencegahan pernikahan usia dini, perceraian, dan angka kematian ibu dan bayi. Hal tersebut dilaksanakan karena jumlah kasus yang terjadi dinilai cukup tinggi.
Deklarasi bersama diikuti berbagai unsur dan lembaga di antarannya; Dukuh , Kades, perwakilan KUA, Puskesmas, Polsek, LSM Rifka Anisa dan Kepala sekolah Se-Saptosari. Di sela acara pengucapan deklarasi dan penandatanganan MoU, Bupati Gunungkidul yang hadir memberikan himbauan dalam sambutannya.
Bupati mengapresiasi ide yang telah digagas. Menurutnya, hal tersebut akan mimiliki dampak yang nyata, jika ada komitmen bersama untuk melakukan tindakan riil yang menyasar sampai ke masyarakat paling bawah dari semua pihak. Hal Itu juga, tambahnya lagi, sebagai antisipasi pengaruh negatif era keterbukaan seperti sekarang ini.
Terpisah, ketika ditemui di ruangannya, Kepala SMKN 1 Saptosari Dra Siti Fadilah menyampaikan beberapa upaya yang telah ditempuh selama ini dalam menanggulangi pernikahan dini. Menurut dia, pernikahan dini hampir sebagian besar terjadi diakibatkan dari ‘kecelakaan’ atau disebut Married By Accident (MBA).
“Sesuai penelusuran beberapa kasus yang pernah terjadi, pernikahan dini terpaksa dilakukan karena hubungan di luar nikah, dan kebanyakan mereka merupakan teman sejak SMP. Selama ini kami mencoba untuk lebih dekat dengan siswa dengan berbagai latar belakang,” katanya, Kamis, (5/2).
Menurut dia, hal mendasar yang perlu dicegah adalah pemicunya (hubungan seks diluar nikah), maka seluruh unit kerja guru selalu ditekankan, bahwa siswa siswi tidak sebatas belajar agar memiliki prestasi akademik saja, tetapi juga dibina agar memiliki karakter pelajar yang baik.
Upaya pembentukan karakter ditempuh melalui beberapa metode yang dikenal dengan sebutan Karakter Building, seperti misalnya di dalam intrakurikuler pembelajaran; di samping penyampaian materi ajar, guru harus memberikan sentuhan-sentuhan dengan tujuan mengarah pada karakter positif.
Selain itu, Dra Siti Fadilah menambahkan, Karakter Building diterapkan pada berbagai kegiatan ekstrakurikuler, seperti kepramukaan, Kajian Keputrian, Kajian Keputraan, Kegiatan Keagamaan, dan lainnya. Arah dari berbagai kegiatan tersebut tertuju pada pembentuan perilaku yang baik, sehingga mendorong terciptanya kultur sekolah yang diharapkan.
Cahyani Wuri Utami selaku Waka Humas menjelaskan, salah satu materi kajian keputrian berisi tentang seluk beluk atau hal-hal yang berkaitan dengan perempuan. “sehingga diharapkan mereka memiliki daya tangkal dan mampu menjaga diri dari pergaulan di luar batas, begitu juga pada Kajian Keputraan,” Jelasnya. (Kandar/Tty)