Perjalanan Batik Amarylis Dan Makna Filosofinya

oleh -13788 Dilihat
oleh
Hanafi Setiyo Nugroho dan Batik Amarylis Patuk hasil karyanya. KH
Hanafi Setiyo Nugroho dan Batik Amarylis Patuk hasil karyanya. KH
Hanafi Setiyo Nugroho dan Batik Amarylis Patuk hasil karyanya. KH

PATUK, (KH)— Selalu saja ada hal baru di Kecamatan Patuk, beberapa waktu lalu Patuk meluncurkan Batik Amarylis, mengusung tema salah satu buga icon Patuk yang sempat heboh ditahun lalu. Bunga yang kemudian diberi nama Puspa Patuk (Puspat) oleh si empunya, Camat Patuk, Haryo Ambar Suwardi ini diangkat kedalam karya menjadi motif batik.

Pembuat desain motif, Hanafi Setiyo Nugroho ketika dihubungi mengatakan, perjalanan sebelum munculnya motif batik tersebut cukup panjang. Pemuda asal Padukuhan Trosari, Desa Salam, Patuk, Gunungkidul yang kini urban di Cilegon ini membeberkan bagaimana perjalanan motif batik buatannya itu.

Dikisahkan, sejak masih berstatus pelajar SMK, ia sudah tertarik dengan batik. Setelah lulus kemudian merantau ke Kalimantan, karena ketertarikan dengan batik, di peratauan ia berusaha mendapatkan kain batik khas suatu daerah, empat bulan berselang ia pindah bekerja di Cilegon. Sama, di lokasi kerja yang baru lulusan SMK N 2 Wonosari angkatan 2013 ini mencari kain batik untuk dikoleksi.

“Ada beberapa batik, dari suku Batak, Badui, pusaka banten, dan beberapa yang lain. sejak tiga tahun lalu sudah kepingin membuat motif batik tetapi belum menemukan ikon khas daerah,” ujarnya.

Saat pulang libur kerja awal tahun Januari lalu, Arsitek ini barulah menemukan ide. Ia lantas menemui Camat Patuk menyampaikan ide gagasannya tersebut, mendapat respon serta dukungan ia pun mulai menggambar desain motif bunga Amarylis disela-sela bekerja di perantauan.

Tak sekedar gambar biasa, motif Amarylis memiliki makna filosofi yang erat kaitanya dengan daerah asalnya. Desain demi desain mengalami revisi, beberapa kali pernah disampaikan ke camat yang gemar mengangkat potensi daerah ini.

“Selain Bunga Amarylis, terdapat motif tanaman lain sebagai pelengkap ada padi, rebung bambu, dan sirih, semua memiliki arti atau makna,” tutur Hanafi.

Mengenai makna motif tumpal Bambu, Rebung dan Sirih ia paparkan, Rebung mengandug arti awal pertumbuhan bambu melambangkan proses kehidupan, sebagaimana manusia sebelum tumbuh menjadi besar terlebih dahulu dimulai dari proses awal/ kecil (tunas). Perlu diingat lanjut Hanafi, saat tumbuh tinggi besar jangan melupakan hal kecil serta dari mana berasal. Percaya adanya roda kehidupan yang selalu berputar, terkadang di atas terkadang juga di bawah.

Motif tiga batang bambu, menurut Hanafi, tiga hal yag akan dihadapi setiap yang hidup yakni awal, tengah dan akhir. Layaknya perjalanan bambu, awal (tunas), tengah (pertumbuhan) dan akhir (mati). Manusia juga demikian, hendaknya selalu ingat bagian akhir supaya termotivasi selalu berbuat baik.

Motif tanaman sirih, tanaman ini membawa pesan kerukunan, meski hidup menempel pada media lain atau tumbuhan lain tetapi tidak menyerap makanan dari media sebagai tempat merambatnya. Daunnya juga memiliki bayak manfaat terutama sebagai bahan obat tradisional. Dalam budaya jawa, pada pelaksanaan tradisi daun sirih juga menjadi syarat yang harus ada. Manusia semestinya juga demikian, bermanfaat bagi sekitarnya.

Tanaman baik bambu dan sirih banyak ditemui di wilayah Gunungkidul, bagi masyarakat tanaman bambu memiliki banyak manfaat dalam berbagai aspek kehidupan, misalnya dibuat berbagai kerajinan anyaman, kipas, nampan/ tampah, tenggok, dan caping, dapat juga bermafaat sebagai pilar serta rangka atap rumah (usuk dan reng).

Sedangkan untuk motif Amarylis/ Puspat atau oleh masyarakat Patuk disebut Brambang Procot dibagi menjadi beberapa bagian, ada motif tiga kuntum bunga Amarylis besar yang jika ditarik ujugnya menyerupai garis segitiga sama kaki, bunga di bagian bawah kanan dan kiri bermotif sama diartikan sebagai manusia, sedangkan bunga yang berukuran lebih besar motif berbeda berada di bagian atas sebagai Tuhan Sang Pencipta, sehingga dua bunga yag lebih kecil tadi memiliki kedudukan sama dimata tuhan dilihat dari amal perbuatannya kepada sesama, dan bukan status sosialnya, entah kaya atau miskin.

Untuk motif tiga umbi/ bakal tunas bunga dibagian bawah mengandung maksud bahwa sehebat apapun manusia, layaknya bunga yang sudah mekar jangan lupa dari mana berasal, dari mana asal usulnya.

“Arsiran umbi dibuat menunjukkan simbol tanah (dalam ilmu gambar teknik bangunan). Hal ini dimaknai jika umbi ingin hidup maka membutuhkan media atau unsur tanah, sebagaimana manusia membutuhkan orang dan makhluk lain,” jelas dia.

Sambung Hanafi lagi, motif pelengkap enam akar dalam satu umbi memiliki makna 6 dusun yang berada di Desa Salam, yakni Trosari, Ngasemayu, Baran, Gunungmanuk, Salam dan Waduk. Diharapkan, 6 dusun yang ada saling gotong-royong menjunjung satu umbi tersebut, umbi diposisikan atau mewakili Desa Salam.

Motif pelengkap 11 biji padi dalam satu tangkai, artinya bahwa padi merupakan tanaman utama petani, di sekeliling tanaman Amarylis ini juga banyak terdapat kawasan pertanian masyarakat. Jumlah bulir padi menunjukkan adanya 11 desa di Kecamatan Patuk, yaitu Semoyo, Pengkok, Beji, Bunder, Nglegi, Putat, Nglanggeran, Salam, Patuk, Ngoro-oro, dan Terbah. Sedangkan satu tangkai tersebut menunjukkan atau diartikan sebagai satu wilayah Kecamatan Patuk.

Kemudian mengenai motif pelengkap proses mekarnya bunga Amarylis yang diawali dari kucup, setengah mekar, mekar lalu layu. Hal ini menggambarkan siklus kehidupan manusia yang secara umum tumbuh dari kecil, dewasa, tua, lalu mati. Kehidupan ini hakekatnya hanya sebentar, sementara, serta tidak abadi. (Kandar)

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar