WONOSARI, (KH) — Masih ingat artikel Demang Wanapawira sebagai tokoh pembuka Hutan atau Alas Nangka Dhoyong untuk permukiman dan pusat pemerintahan Kadipaten Gunungkidul? Sebuah upaya membuka hutan yang menurut cerita tutur tidak mudah, bahkan mempertaruhkan nyawa.
Dalam kisah heroik tersebut, terdapat sisi lain yaitu kisah asmara antara Wanapawira dengan Rara Sudarmi, putri Panji Harjadipura dari Semanu. Juga kisah perseteruan Wanapawira dengan Rangga Puspawilaga dari Seneng yang ternyata juga mengejar cinta Rara Sudarmi.
Menurut cerita lisan, kisah asmara dan di dalamnya ada perseteruan tersebut harus mengorbankan nyawa. Tombak Kyai Muntab bekal dari Mbok Nitipawira yang diberikan untuk Ki Demang harus berbicara. Di ujung tombak tersebut Puspawilaga meregang nyawa dalam pertempuran melawan Wanapawira.
Dikisahkan Harjana, salah satu waris Demang Wanapawira generasi ke-6 (dalam istilah Jawa disebut Udheg-udheg), saat Wanapawira melaksanakan tugas dari Sultan untuk membuka hutan terjadi perselisihan dengan Rangga Puspawilaga dari Seneng, Siraman. Rangga Puspawilaga dikenal sebagai pemimpin wilayah yang memiliki watak picik dan kumaningsun.
Jauh sebelum sampai pada perselisihan asmara, Rangga Puspawilaga telah memulai pertikaian ketika Demang Wanapawira menyanggupi perintah raja untuk membabat alas atau hutan. Padahal waktu pertemuan seluruh punggawa di Gunung Sewu tidak ada yang sanggup melaksanakan perintah raja untuk membuka hutan.
Dikisahkan, di tengah perjalanan sepulang dari bermusyawarah di Sumingkar, Demang Wanapawira dihadang rombongan Rangga Puspawilaga. Dengan nada menghina, Puspawilaga mempertanyakan kenapa Wanapawira berani menjalankan tugas. Padahal, punggawa yang lebih memiliki kesaktian dan jam terbang lebih tinggi saja tidak ada yang berani.
“Hei, Damar, kamu masih bau kencur berani-beraninya menyanggupi perintah Sultan. Saya dan yang lain lebih sakti, tebahane jembar tepung gelang (pengalaman dan jam terbang tinggi) saja tidak berani. Kesaktian apa yang kamu banggakan?” Begitu Harjana menggambarkan perseteruan antara Puspawilaga dan Wanapawira sebagaimana sering diperagakan dalam seni kethoprak.