Dijelaskan olehnya, warga akan membawa gabah ke tempat penggilingan jika cadangan berasnya habis. “Yang jelas waktu dan tenaga lebih efisien kalau digiling mesin, lagian yang punya lesung juga jarang,” ujarnya Kamis, (9/4/2015).
Dengan membayar biaya jasa penggilingan Rp 250 tiap kg saja, lanjutnya, tidak perlu repot-repot lagi menumbuk padi.
Ia menambahkan, kalaupun ada warga yang memiliki lesung, kebanyakan sudah jarang dipakai. Bahkan saat ini, banyak diantara mereka menjual kepada pengrajin mebelair, terutama yang berbahan kayu kuno.
Harga yang memikat serta desakan kebutuhan ekonomi telah membuat banyak warga yang merelakan lesungnya ditukar dengan sejumlah uang. Berdasar beberapa sumber, harga cukup bervariasi, mulai dari Rp 400 ribu hingga 2 juta, tergantung ukuran dan kondisi lesung.
Selain itu, lesung acap kali dijumpai pada pertunjukan seni tradisional. Seiring adanya dana keistimewaan yang dikucurkan kepada Desa Budaya, Desa Rintisan Budaya, serta Desa Kantong Budaya, justru saat ini banyak bermunculan group seni gejog lesung.
Lesung sudah tidak lagi menjadi alat teknologi pertanian, tetapi lebih menjadi pajangan produk budaya atau alat untuk berkesenian. (Kandar).