NGAWEN, (KH)— Masyarakat di Desa Kampung Kecamatan Ngawen akhir-akhir ini sedang gencar sedang berlatih pertanian sistem rumah kaca atau disebut green house. Ilmu yang tergolong baru bagi masyarakat setempat ini dipelajari dari warga Korea Selatan.
Mengenai diperolehnya ilmu tersebut memang secara langsung disampaikan oleh warga Korea yang sengaja datang ke Desa Kampung, Ngawen. “Kita punya kenalan dengan petani sukses asal korea yang bersedia menularkan ilmu bertani modern ke warga kami,” kata Kades Ngawen, Suparna, Sabtu, (17/12/2016).
Sejak beberapa minggu terakhir mereka belajar mengenai sistem bertani atau berkebun dengan model penggunaan media rumah kaca. Kemajuan Negara Korea, demikian disampaikan Suparna, salah satu bidang yang cukup berhasil adalah bidang pertaniannya.
Sambung Suparna, Korea memiliki 4 musim, dalam periode tertentu ada musim salju sehingga hal tersebut menghambat pertanian, tetapi berkat penanaman sistem rumah kaca sehingga petani di Korea tidak hanya panen sekali dalam setahun tetapi berkali-kali tanpa begitu terpengaruh musim.
“Selain ilmu cara penanaman dari inspirator warga Korea tersebut, kita juga menggagas adanya koperasi. Kebiasaan bertani juga akan kita rubah, sehingga tidak selalu menanam padi dan palawija,” terangnya.
Suparna melanjutkan, pemenuhan air awalnya menjadi permasalahan warga Desa Kampung, jangankan dalam hal pertanian, untuk konsumsi saja susah, hal ini terjadi sejak puluhan tahun silam. Berkat upayanya bersama warga, kebutuhan air bersih 87 persen warga di wilayahnya saat ini telah terpenuhi.
Sehingga diharapkan keberhasilan pemenuhan air yang diperoleh dengan mengebor sumber air itu mampu mendukung rencana realisasi pertanian sistem baru itu. Bahkan pengelolaan SPAMDes yang menyasar 15 dusun dapat mendatangkan pendapatan baru, dengan capaian minimal Rp. 10 juta setiap tahunnya.
Dalam mempelajari ilmu pertanian, Hasa Yong, warga Korea intensif memberikan pelatihan kepada perwakilan dari masing-masing warga di 15 padukuhan, selain teori mereka praktek langsung dilapangan, bahkan tidak jarang melakukan studi banding ke berbagai tempat untuk mendukung teori yang dipelajari.
“Pertama kali kita akan uji coba menanam cabai, semua tahu cabai merupakan komoditas yang bernilai ekonomis tinggi,” ujar Suparna lagi.
Dirinya menyebut, memberikan edukasi kepada masyarakat terhadap sesuatu yang berbeda dengan sebelumnya tidak mudah, seperti diketahui, petani di wilayahnya merupakan petani turun temurun sehingga merubah pola pikir dan keberanian mencoba sesuatu yang baru butuh waktu dan proses.
“Kita ingin upaya ini berhasil dan memberikan dampak nyata, kesejahteraan masyarakat meningkat,” harap Suparna. (Kandar).