TANJUNGSARI, (KH),– Kelesuan ekonomi akibat Pandemi hampir terjadi di segala sektor usaha masyarakat. Dampak ini juga sangat dirasakan masyarakat pesisir selatan Gunungkidul yang terbiasa menekuni usaha sektor wisata.
Akibat ditutupnya tempat wisata, otomatis tidak ada kunjungan wisatawan. Karena itu, Guna tetap memperoleh pemasukan untuk pemenuhan kebutuhan, banyak masyarakat pelaku wisata kembali melirik bidang pertanian.
Budidaya Hortikultura jenis sayuran yang bernilai ekonomis menjadi pilihan mereka setelah tanaman padi selesai panen. Salah satu varietas sayuran yang dipilih yakni bawang merah dan bawang putih.
Meski budidaya bawang di lahan pesisir cukup banyak kendala, namun para petani tetap semangat berusaha dan melakukan sejumlah antisipasi kegagalan.
Salah satu kelompok tani (Poktan) yang sekarang ini sedang mengembangkan budidaya jenis tanaman bawang yakni Poktan Tukul Pambudi, di Kalurahan Kemadang, Kapanewon Tanjungsari, Gunungkidul.
Seperti yang disampaikan Restu, Petugas Bidang Perkebunan dan Hortikultura, Dinas Pertanian dan Pangan (DPP) Gunungkidul, Poktan Tukul Pambudi saat ini aktif budidaya tanaman bawang merah untuk mendukung program Upsus Bawang Merah Biji.
“Anggota Poktan memanfaatkan lahan di pesisir pantai untuk budidaya komoditas Bawang merah Biji,” terang Restu Sabtu (13/8/2021).
Menurut Restu, petani yang mencoba Budidaya Bawang ini, awalnya hanya sejumlah 15 petani. Namun,
seiring peluang dan prospek yang menggiurkan, antusiasme mulai tumbuh. Sekarang ini anggota Poktan sudah menjadi 35 orang yang membudidayakan tanaman bawang.
“Selain prospek budidaya Hortikultura yang punya nilai ekonomis, perputaran modal yang cukup cepat, serta faktor tutupnya tempat wisata menjadikan para petani yang dulunya punya usaha sampingan di tempat wisata menjadi beralih ke pertanian sayuran,” lanjut Restu.
Restu melanjutkan, untuk tahun ini Poktan Tukul Pambudi mendapatkan program alokasi bawang merah biji seluas 3 hektare.
“Untuk lahan disebar di 5 titik yaitu bulak Ngrawe, bulak Lodoyong, bulak Pindul, bulak Jrebeng, dan bulak Ngleses,” imbuhnya.
Terkait kendala yang harus dihadapi, selain air, menanam bawang di pesisir adalah angin dari laut yang membawa kandungan garam yang bisa menyebabkan daun menguning, kering dan kemudian mati.
“Untuk mengantisipasi hal ini, petani menyiram tanaman sehari 2 kali agar tetap terjaga kualitasnya dan tidak kering lalu mati,” terang Restu.
Para petani sayuran pesisir pantai ini memang terlihat bersemangat dan serius. Hal ini dibuktikan dengan usaha mereka untuk mememuhi kebutuhan air secara mandiri.
“Para petani ini membangun fasilitas air secara mandiri. Mulai dari saluran irigasi, perpompaan yang terdiri dari sumur bor, bak penampung atau torn serta jaringan distribusi air. Semua diupayakan secara swadaya oleh masyarakat. Saluran irigasi ini juga dibantu oleh sejumlah donatur,” lanjutnya.
Saluran irigasi ini dubuat di Bulak Ngrawe dan Bulak Pindul. Tahun 2019 lalu ada bantuan sumur bor di Bulak Lodoyong, jadi ada 3 saluran.
Untuk Varietas Bawang biji yang ditanam diantaranya Maserati, Lokananta, dan Sanren. Untuk yang umbi petani menggunakan varietas Super Philip dan Tajuk.
“Selain bawang merah poktan juga menanam bawang putih asli dari Kabupaten Gunungkidul yakni varietas Lumbu Putih yang mempunyai aroma yang khas dan pedas,” pungkas Restu. (Edi Padmo)