GUNUNGKIDUL, (KH),– Eksekusi pengosongan lahan yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri (PN) Wonosari urung dilakukan. Dramatis, pemilik lahan menolak pengosongan yang dibantu aparat kepolisian dan TNI itu.
Saat mobil towing hendak masuk, pemilik lahan dan keluarganya nekat tidur di bawah mobil. Aparat yang bertugas dalam rangka pengamanan juga terlibat aksi saling dorong dengan keluarga pemilik lahan.
Ihwal pengosongan lahan dengan total luas 1.800 meter persegi tersebut dimulai dari akad utang piutang antara Eko Hariyanto dengan Bank BTPN pada 2011 silam.
Muasa hukum Eko Hariyanto, Agus Anton Surono menyebutkan, kliennya memakai 4 sertifikat tanah mengajukan pinjaman uang ke bank senilai Rp150 juta. Setelah lunas, sertifikat dipakai lagi untuk mengajukan pinjaman. Secara berturut besaran hutang senilai Rp300 juta, hutang lagi Rp600 juta kemudian yang terakhir Rp400 juta.
Peminjam lantas usahanya terseok karena Pandemi COVID-19. Sisa hutang yang macet masih sekitar Rp218 juta.
“Pada 5 Januari masih mampu menyetor uang Rp36 juta, jumlah itu memang lebih rendah dari kesepakatan. Pada bulan yang sama klien kami heran muncul putusan lelang,” kata Agus.
Gugatan kemudian dilayangkan pemilik lahan ke PN Wonosari. Agus menilai, pihak Bank terkesan buru-buru. Sebab, upaya membayar tagihan angsuran masih dilalukan.
Agus tak habis pikir, eksekusi sudah dilakukan padahal gugatan belum keluar hasilnya. Tak sampai disitu, nominal lelang dinilai tak setara. Hak atas tanah tersebut telah dipegang pelelang, Mahdian Mukaram dengan nominal lelang senilai Rp600 juta. Sementara itu pihaknya mengklaim, sudah ada yang menawar seharga hingga Rp2 miliar.
Karena situasi tak kondusif saat proses pengosongan lahan, pihak PN Wonosari menunda eksekusi. Selanjutnya akan ditempuh koordinasi dengan berbagai pihak agar putusan Pengadilan bisa dijalankan.
Anggiat Napitupulu mengaku kecewa. Namun tetap menghormati penundaan pengosongan lahan. Dia meminta eksekusi segera dilaksanakan sesegera mungkin. (Bara)