Tiga Tahun Berturut, Inovasi Pelayanan Publik Gunungkidul Masuk Rangking Nasional

oleh -8476 Dilihat
oleh
Inovator Ayunda Si Menik (Ayo Tunda Usia Menikah), Drg. Dyah Mayun Hartanti. Inovasi di Puskesmas Gedangsari II, satu-satunya inovasi TOP 99 nasional 2017. KH
Inovator Ayunda Si Menik (Ayo Tunda Usia Menikah), Drg. Dyah Mayun Hartanti. Inovasi di Puskesmas Gedangsari II, salah satu inovasi TOP 99 nasional 2017. KH

GUNUNGKIDUL, (KH),–Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Gunungkidul sangat berkomitmen meningkatkan kualitas pelayanan publik. Salah satu upaya dalam peningkatan kualitas pelayanan publik melalui pengembangan inovasi pelayanan publik.

Bukti Pemkab Gunungkidul dalam mendorong berkembangnya inovasi, salah satunya melalui keikutsertaan Pemkab dalam kompetisi Inovasi Pelayanan Publik yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB).

Dalam tiga tahun berturut-turut dari 2015 hingga 2017, inovasi pelayanan publik Pemkab Gunungkidul selalu masuk atau mendapat penghargaan TOP 99 nasional. Bahkan pada tahun 2016, salah satu diantaranya naik peringkat atau masuk TOP 35.

Sebagaimana rincian yang disampaikan Kepala Bidang Informasi dan Komunikasi Publik, Hadi Hendro Prayoga, SIP, selama tiga tahun terakhir inovasi pelayanan public Gunungkidul selalu mendapat apresiasi nasional. Sementara ditahun 2015 menjadi tahun dengan jumlah inovasi paling banyak yang mendapat penghargaan.

Hadi Hendro Prayoga menyebut dari 13 inovasi yang diikutsertakan pada tahun 2015, 4 diantaranya masuk penghargaan TOP 99. Inovasi-inovasi tersebut diantaranya ialah; 1. Tabungan Emas Hijau Untuk Meningkatkan Kualitas Layanan PAUD dan ABK Kecamatan Ponjong, inovasi oleh unit pelayanan publik Disdikpora. 2. Pendataan Kemiskinan Dengan Metode Analisis Kemiskinan Partisipatif (Pendataan Dari Si Miskin, Oleh Si Miskin dan Untuk Si Miskin), inovasi dari BAPPEDA.

Ke 3 inovasi Sistem Layanan Informasi Terpadu ‘SILat’ SMK N 1 Nglipar dan inovasi ke 4 yakni ‘One Stop Service Toilet’ SMK N 3 Wonosari, berupa pelayanan terpadu bagi siswa, guru, dan karyawan putri dalam meningkatkan kepedulian terhadap kesehatan reproduksi di SMK N 3 Wonosari.

Sedangkan di tahun 2016, 13 inovasi pelayanan publik yang diikut sertakan dalam penilaian TOP 99, 2 diantaranya lolos mendapat TOP 99. 2 inovasi tersebut adalah Pengembangan Klinik Konsultasi Agribisnis yang dijalankan oleh BP2KP dibawah naungan Dinas Pertanian dan Pangan, dan ‘One Stop Service Toilet’ (Trensetter Gaya Hidup Remaja Peduli Kesehatan Reproduksi) dari SMK N 3 Wonosari. Bahkan untuk inovasi Pengembangan Klinik Agribisnisoleh BP2KP juga masuk ke dalam TOP 35 nasional.

Sementara itu, di tahun 2017, 10 inovasi pelayanan publik yang dikirim hanya satu yang masuk TOP 99 nasional, yakni inovasi ‘Ayunda Si Menik’ (Ayo Tunda Usia Menikah), inovasi dari Puskesmas Gedangsari II.

“Dalam upaya peningkatan pelayanan publik, belum lama ini juga dilakukan penandatanganan Berita Acara Komitmen Perbaikan Pelayanan oleh perwakilan penyelenggara pelayanan dan perwakilan masyarakat pengguna pelayanan serta Bupati Gunungkidul, Hj. Badingah, S. Sos,” papar Hadi Hendro Prayoga.

Ditemui terpisah, perwakilan masyarakat pengguna pelayanan, Drs. Agus Kirwanto menilai, penandatanganan Komitmen Perbaikan Pelayanan menjadi sia-sia ketika tidak ada kemauan serius dari para pimpinan dan jajaran setiap unit penyelenggara layanan.

Berdasar pengalamannya, melihat serta merasakan langsung salah satu contoh pelayanan publik di Gunungkidul membuatnya cukup prihatin. Saat dirinya melihat kondisi antrian di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) bertumpuk sejak pagi buta membuatnya sedih.

“Bayangkan jika rumahnya dari Rongkop atau Ngawen dating pukul 04.00 WIB. Petugas jaga jelas belum ada, kemudian setelah pegawai datang terjadi rebutan,” keluh Agus.Belum lagi, lanjut dia, jika ada persyaratan yang ternyata kurang. Masyarakat akan dibuat lebih repot lagi.

Selain menyoroti antrian rumah sakit, mantan Kasubag Umum Setda Pemkab Gunungkidul ini juga menganggap perawatan sejumlah fasilitas publik cukup buruk. Ia mengaku pernah mendapati kamar mandi di GOR Siyono, Playen dan WC di taman kota Wonosari bau dan kotor bukan main.

Selain melontarkan kritik, warga Wonosari ini tak sungkan memuji pelayanan publik yang dianggapnya memang memiliki keunggulan. Pujian ia berikan kepada Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpaduyang telah dengan baik memberikan informasi dengan baik segala persyaratan atas kebutuhan masyarakat yang diinginkan.

Selain itu, Bapak dua anak ini juga mengapresiasi Kantor Samsat yang saat ini dinilai cepat sekali dalam melayani perpajakan kendaraan bermotor. Hal lain, kebersihan jalan protokol saat ini oleh instansi terkait telah ditangani cukup baik. “Saat ini disapu dua kalidalam sehari, cukup besih,” puji Agus.

Berbicara mengenai SDM yang berada di unit-unit pelayanan publik, Agus menyebut generasi sekarang dinilai sudah cukup baik. Dirinya berharap kemampuan kompetensi pada bidang pelayanan masing-masing diikuti dengan jiwa pelayan masyarakat yang mengedepankan prinsip ramah, cepat, tanggap, dan solutif.

Menyinggung sarana publik, dalam pandangan Agus ada beberapa fasilitas yang memang sudah cukup baik, akan tetapi masih terdapat beberapa kekurangan. Sistem pelayananyang dijalankan butuh inovasi disertai dengan dukungan sarana yang tersedia akan sangat membantu masyarakat. Misalnya saja, sistem pelayanan yang mengharuskan adanya antrian memprioritaskan warga warga dengan kondisi tertentu, seperti penyandang disabilitas, ibu hamil, warga yang mengajak anak kecil, manula dan lain sebagainya.

“Alangkah baiknya juga disediakan ruang Laktasi, ruang khusus perokok, dan lainnya di beberapa tempat atau fasilitas publik yang dipandang perlu,” harap lelaki yang telah pensiun sebagai abdi negara selama 9 tahun ini.

Yuddy Chrisnandi saat masih menjabat Menteri PANRB menengok inovasi di SMK N 3 Wonosari, Gunungkidul pada 2015 lalu. KH/ Kandar.

Dimintai tanggapan terkait diperolehnya penghargaan nasional oleh Gunungkidul selama tiga tahun berturut dalam hal inovasi pelayanan publik, Agus menganggap jumlah inovasi yang diciptakan selama ini masih kurang. Mengingat jumlah jenis layanan publik di Gunungkidul juga sangat banyak.

Kembali mengulas, sebagaimana diketahui inovasi pelayanan publik yang sempat memperoleh apresiasi tertinggi hingga masuk TOP 35 nasional berupa pengembangan Klinik Konsultasi Agribisnis (KKA) yang dulu dilakukan oleh OPD bernama Badan Pelaksana Penyuluhan Dan Ketahanan Pangan (BP2KP) Dinas Pertanian.

Berdasar penelusuran KH, diperoleh keterangan dari I Ketut Santosa, pihak yang semula menjabat kepala BP2KP. Pegakuannya, inovasi dimulai pada tahun 2014 dengan penyelenggara Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan Dan Kehutanan (BP3K) Kecamatan Playen.

“KKA yang diterapkan di BP3K Playen sebelumnya manual saja, artinya laporan dari masyarakat tindaklanjutnya tidak maksimal, belum ada alat bantu apapun, tetapi  sekarang dapat melalui telepon melalui tv, dan informasi yang diberikan juga melalui radio berbahasa jawa,” kata I Ketut menjelaskan.

Dalam memperoleh pelayanan konsultasi, masyarakat dipersilahkan memilih petugas penyuluh yang diinginkan sesuai bidang konsultasinya. Terkait pertanian, perikanan atau pengembangan usaha pada bidang-bidang tersebut, baik dalam hal pengolahannya juga terkait bagaimana pemasarannya.

Setelah mendapat pelayanan, masyarakat dipersilahkan menentukan kesimpulan, sejauhmana pelayanan diberikan, ada pilihan layanan ‘memuaskan’ atau ‘tidak memuaskan’ dengan cara memasukkan kartu ke kotak yang telah  disediakan. Bagi yang belum puas masih ada tindak lanjutnya, mereka yang merasa tidak puas dikemudian hari akan diperjelas perihal apa yang belum sesuai kemudian akan diberikan pelayanan lanjutan.

“Bukti manfaat inovasi ini banyak, salah satunya berdirinya Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S) berikut UKMnya di Playen. Contoh hasil konsultasinya juga ada, contohnya, UKM dampingan kini dapat mengolah mie dengan 7 varian berbahan dasar lokal. Produk telah sampai ke Kalimantan, Depok, Jawa Barat, juga masyarakat di Surabaya dan Jakarta telah menggunakan produk olahan makanan non beras ini,” papar lelaki yang kini menjabat Staf Ahli Bidang Hukum dan Pemerintahan Pemkab Gunungkidul ini.

Harapan dari inovasi pelayanan ini tak lain untuk meningkatkan pendapatan petani, karena mereka didorong untuk tidak hanya menjual bahan baku tetapi sudah menjual produk olahan. Fasilitas di BP3K Playen juga telah disediakan untuk kaum difabel, ruang laktasi, perpustakaan, dan nanti akan dibuat demplot-demplot sebagai sampel untuk menunjang pelayanan konsultasi. (Kandar)

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar