Stop Pemasungan’, ‘stop-pemasungan

oleh -1755 Dilihat
oleh
ilistrasi.

WONOSARI, (KH)— Salah satu dampak gangguan jiwa berat (skizofrenia) yang tidak tertangani kadang berakhir dengan tindakan pemasungan. Tindakan yang dilakukan kepada penderita gangguan jiwa ini masih sering dijumpai di Gunungkidul.
Seksi Publikasi Persatuan Dokter Spesialis Kejiwaan Yogyakarta dr Ida Rochmawarti mengatakan, pemasungan atau pengisolasian sebenarnya bertentangan dengan Resolusi PBB No. 46/119 (PBB, tahun 1991) tentang Perlindungan Hak Asasi Seseorang dengan Gangguan Jiwa.
“Pemasungan sebenarnya adalah tindakan melanggar HAM. Tindakan ini sebenarnya tidak boleh dilakukan,” terang Ida, Jumat (10/10/2014).
Ia menjelaskan, pemasungan dapat diartikan sebagai segala tindakan yang dapat mengakibatkan kehilangan kebebasan seseorang akibat tindakan pengikatan dan pengekangan fisik. Walaupun telah ada larangan terhadap pemasungan, namun akhir-akhir ini kasusnya kembali menjadi pemberitaan di media masa.
Pemasungan terjadi karena ketidaktahuan anggota masyarakat, sulitnya mendapatkan aksespengobatan, ataupun kesulitan dalam pembiayaan. Mengingat hal tersebut, maka perlu penyegaran kembali upaya-upaya untuk membebaskan individu dari pemasungan dan penelantaran melalui  Program Indonesia Bebas Pasung.
“Perlindungan hak-hak orang dengan gangguan jiwa agar tidak mengalami pemasungan diawali dengan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009. Dalam pelaksanaan, anggota masyarakat yang dipasung dan atau terlantar akan ditindaklanjuti dalam bentuk strategi dan langkah program intervensi,” jelas Ida.
Ia menjelaskan, dari data RSJ Grhasia, mulai tahun 2012-2014, di DIY terdapat 72 penderita gangguan jiwa yang mengalami kasus pemasungan. Sedangkan di Gunungkidul ada 31 kasus.
“Dari  data yang ada, 34 orang yang sudah ditangani pihak kesehatan. Sementara untuk Gunungkidul, 16 orang yang mengalami pemasungan sudah dibebaskan,” katanya.
Menurutnya, sebagian besar masyarakat masih enggan mengunjungi dokter spesialis jiwa, karena takut dianggap memalukan. Masyarakat justru memilih datang ke dukun atau paranormal atau dikaitkan dengan hal-hal supranatural.
“Pasien saya rata-rata bekas pasien dukun. Sebagian yang datang kepada saya, sebagian besar terlebih dahulu datang ke paranormal,” imbuhnya.
Lebih jauh dr Ida menjelaskan, datang ke dokter jiwa sebenarnya tidak hanya untuk penyakit jiwa berat, tetapi juga gangguan jiwa yang lain seperti cemas, depresi, bipolar, psikosomatik, gangguan jiwa pada anak dan remaja dan lain sebagainya. (Juju/Tty)

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar