GEDANGSARI, kabarhandayani.– Sebagian gabah hasil panen para petani kini sudah kering dijemur dan siap digiling. Para pengusaha penggilingan pun meraup rupiah dari jasa menggiling butiran gabah menjadi beras. Namun keuntungan para penggiling tidak hanya pada upah giling berupa uang atau beras tetapi juga sekam atau kulitnya. Seperti halnya yang diungkapkan oleh Sarto wiyono (78), penggiling beras di Padukuhan Ploso Doyong, Desa Ngalang, Kecamatan Gedangsari, Gunungkidul.
Sarto mengungkapkan, para warga akan ramai menggilingkan gabah seusai panen selang 1 bulan. Selain mendapat keuntungan upah ia juga memperoleh sekam yang dapat dijual kembali. “Upah giling setiap hasil dari 15 kg beras diambil jasa 1 kg beras atau uang Rp 8.000,00. Sedangkan sekamnya kebanyakan hanya ditinggal karena tidak dibutuhkan oleh mereka. Ada juga yang saya beli dan saya kumpulkan untuk nanti dijual kembali,” ungkapnya pada Senin (1/7/2014).
Berdasarkan penuturan Sarto, sekam yang ia kumpulkan dibeli dengan ukuran per karung atau per rit. Harga sekam pun berubah-ubah layaknya harga beras. Harga sekam akan melonjak ketika simpanan gabah para warga sudah hampir habis. Para pembeli sekam biasanya adalah para peternak ayam potong, pembakar batu bata dan genteng bahkan pembuat batu gamping.
Mayoritas pembeli membeli dengan ukuran rit truk. Ketika musim panen, harga 1 rit truk sekam berkisar Rp 500.000,00 dan ketika tidak musim panen harga dapat mencapai 1,5 juta per rit truk. Sedangkan per karung dijual dengan harga Rp 5.000,00 hingga Rp 8.000,00.
Penggilingan padi yang sudah ada sejak 1982 ini minimal menggiling 3,5 kwintal gabah per hari. Namun, sekam dari sisa gilingan ini dikumpulkan selama 7 bulan dan akan diserbu pembeli pada bulan ke 7 yakni Juli hingga Desember.
Sarto mengaku, selama 7 bulan tersebut sekam yang terkumpul pun dapat mencapai 10 hingga 15 rit. “Kalau dulu bisa sampai 25 rit truk. Tapi karena sudah banyak penggilingan jadi berkurang. Ini saja masih lumayan,” ungkapnya. (Mutiya/Hfs)