WONOSARI, (KH)— Seni dan berkesenian dapat dijadikan wahana dan bahasa ekspresi yang diartikan luas bahkan tanpa batas oleh pelakunya. Sebagaimana yang dilakukan Scolastica Wahyu Pribadi, melalui seni tari ia berusaha membangkitkan dan menyuarakan semangat bela Negara.
Remaja kelahiran Gunungkidul 9 April 1990 ini berpendapat, seni tari dapat menjadi salah satu unsur kebudayaan yang diinterpretasikan untuk membangkitkan semangat bela Negara. Awalnya ia menjadi bagian perintis sebuah komunitas untuk mempelajari dan mengajarkan tarian nusantara sejak 2013.
“Awalnya kita berkegiatan di Yogyakarta tetapi karena saya domisili di Gunungkidul, saya juga merintis lokasi latihan/ sanggar di Semanu dan Ngawen. Pelatihan menari gagasan kami dapat dibedakan menjadi dua cara yakni dengan pembelajaran on line dan off line,” katanya beberapa waktu lalu.
Lanjut dia, pembelajaran on line dapat diakses melalui situs web, di sana ada video tutorial menari, kemudian kegiatan off line ada kegiatan praktek pelatihan tari dengan tatap muka. Peraih juara harapan II Pemuda Pelopor di tingkat nasional pada kategori penilaian peningkatkan sosial ekonomi masyarakat melalui tari ini berpendapat, sanggar tari selain sebagai media pendidikan seni merupakan salah satu bentuk upaya memupuk sikap bela Negara.
Sebab, kegiatan yang ia lakukan tidak diisi sebatas pengajaran tari saja, tetapi ada workshop, presentasi dan menulis berkaitan dengan seni di web serta pelatihan dan pementasan dengan skala nasional bahkan internasional, yang tentu saja didalamnya terdapat misi untuk mendapatkan pengakuan.
“Wadah yang kami miliki Loka Art Studio sekup kegiatannya sudah internasional, ada sekitar 25 seniman yang pernah ke luar negeri baik melakukan pementasan, workshop dan promosi,” ungkapnya.
Seni dan kebudayaan daerah, kata dia, memang memiliki daya bangkit terhadap jiwa nasionalisme, sehingga diharapkan tidak ada lagi kejadian klaim atas Tari Reog, Pendet, atau Batik, dan sebagainya oleh negara tetangga.
Sesuai dengan kapasitas dan kemampuannya itulah baik mempelajari dan mengajarkan tari terlebih tari tradisional yang memang belum diketahui banyak orang, serta kegiatan lain sebagai wujud eksistensi dan keberadaannya merupakan bentuk pembelaan terhadap NKRI.
“Dalam waktu dekat kita juga akan mendirikan pusat latihan di Wonosari, di Gunungkidul saat ini siswa yang belajar ada 30-an anak,” tambah gadis yang akrab dipanggil Tika ini.
Mengenai dampak positif lain dari belajar tari, misalnya saja terhadap kondisi ekonomi para pelakunya, ia menganggap sangat mungkin terjadi. Ditegaskan, apabila sudah sampai taraf professional, aspek ekonomi secara otomatis atau menguikuti.
“Mencapai tingkat professional tidak ditentukan lama durasi belajar tari, apakah 2 atau 5 tahun, tetapi konsistensi dan kedisiplinan yang paling penting,” kata dia lagi. (Kandar)