GUNUNGKIDUL, (KH),– Tim Monitoring Warisan Budaya dan Cagar Budaya Dinas Kebudayaan Gunungkidul melakukan kajian di rumah Pairah. Nenek berusia 80 tahun warga Piyaman, Wonosari, Gunungkidul ini merupakan keturunan dan generasi ke-5 dari Demang Wana Pawira.
Sebagaimana diketahui, sosok Demang Wana Pawira memiliki tempat khusus dihati masyarakat Gunungkidul. Karena ia disebut-sebut terlibat langsung bahkan memimpin babat alas Nangka Doyong.
Alas yang kini menjadi Kota Wonosari, sebagai Ibukota Kabupaten Gunungkidul. Ketokohannya juga merupakan tanda dimulainya babak baru dalam sejarah Gunungkidul modern.
Anggota Tim Ahli Cagar Budaya, Ir. Winarsih mengungkapkan, Ny Pairah bersama suaminya Basuki Wibowo saat ini menempati rumah ‘tabon’ dari pendahulunya tersebut. Bila dilihat sekilas bangunan telah mengalami pembaharuan terutama bagian fasad yang kini telah menjadi tembok dan dibangun dengan gaya masa kini. Selebihnya semua bagian masih asli.
“Susunan rumah terdiri dari Jolgo, Limasan, Limasan, dan Pringgitan. Lantai Bangunan ini menggunakan lantai sesek, namun pada bagian belakang sudah menggunakan lantai tanah sebab sesek aus karena usia,” ungkapnya, Senin, (11/3/2019).
Sementara, lanjut winarsih, umpak menggunakan batu putih. Bagian dinding menggunakan gebyog kayu jati. Keistimewaan bangunan ini selain memiliki nilai penting sejarah, juga menyimpan berbagai macam pusaka tinggalan dari Demang Wana Pawira.
Pusaka tersebut diantaranya berupa tombak, keris dan pedang yang kondisinya masih terawat hingga saat ini.
Menurutnya, pada tahun ini, rumah Tabon Demang Wana Pawira dikaji untuk menjadi benda atau bangunan cagar budaya. Sekarang ini sedang dilakukan inventarisir data-data pendukung untuk penyusunan naskah rekomendasi.
Terpisah, Kepala Bidang Pelestarian Warisan dan Nilai Budaya Dinas Kebudayaan Gunungkidul, Agus Mantara menyampaikan dukungan terhadap pelestarian rumah tabon Demang Wana Pawira.
Baca Juga: Tombak Kyai Muntab Mengakhiri Perseteruan Wanapawira dengan Puspawilaga