Ratusan Ribu Ton Ketela, Sebagian Besar Masih Dijual Berbentuk Gaplek

oleh -9518 Dilihat
oleh
Ratusan ribu ton panenan ketela petani Gunungkidul, sebagian besar masih dijual dalam bentuk gaplek. KH/ Kandar

WONOSARI, (KH)— Gunungkidul mendapat julukan kota gaplek, hal ini dikarenakan dalam setahun sekali utama wilayah Gunungkidul bagian selatan sebagai  daerah penghasil ketela atau singkong yang cukup tinggi.

Sayangnya, belum banyak petani yang berinovasi dalam menjual singkong tersebut, sebagian besar masih mengolahnya sebatas menjadi gaplek atau ketela kering. Hal ini menjadi salah satu faktor utama penyebab rendahnya nilai jual hasil panenan ketela di Gunungkidul.

Sebab, sudah menjadi hukum pasar, saat musim panen kondisi jumlah gaplek tersedia cukup banyak, sehingga harga jual selalu turun. Saat itulah keluhan petani penghasil gaplek bemunculan, meski demikian, selalu saja ketela Gunungkidul menuju keluar wilayah sebagian besar masih sebatas berwujud gaplek saja.

Produktivitas penen tahun ini bedasar data ubinan, diperoleh angka hasil panen ketela sebanyak 17 ton per hektar, Disampaikan Kepala Bidang Bina Produksi, Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura (TPH) Gunungkidul, Ir Yuwono Raharjo, jumlah panenan meningkat dibanding tahun kemarin.

“Tahun lalu lebih rendah, hasil panen sekitar 16 ton per hektar. Panen ketela di Gunungkidul tahun ini mendekati angka 900.000 ton,” rinci Yuwono, beberapa waktu lalu.

Dari hasil panen tersebut, pengakuan dari Kepala Bidang Bina Usaha Dinas TPH, Yunihartini, SP, MSi bahwa masih sedikit masyarakat yang mengolah ketela untuk dijual selain berbentuk produk gaplek .

Ajakan mengolah ketela tidak hanya menjadi gaplek sudah dilakukan, umumnya, sebut dia, masyarakat mengoleh menjadi patholo, manggleng, dan camilan lainnya.Saat ini pihaknya gencar menggalakkan petani untuk mengolahnya menjadi modified cassava flour (Mocaf).

“Bahkan telah terbentuk asosiasi pengrajin mocaf di masing-masing kecamatan terutama wilayah selatan. Tepung mocaf dapat berperan seperti gandum,” kata Yuni.

Sambungnya, Produksi mocaf  saat ini sudah berjalan, kemudian dilanjutkan mengolah menjadi produk turunannya, karena mocaf bersifat sepeti terigu, sehingga dapat dijadikan bahan pembuat roti basah atau kering.

“Saya tidak berani menyebut berapa prosentase dari hasi ubi tersebut yang telah diolah menjadi produk selain gaplek, hanya saja yang pasti masih sangat sedikit,” ungkapnya. (Kandar)

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar