PALIYAN, (KH) — Sebagai bentuk pelestarian budaya dan tradisi, Desa Giring menggelar tradisi babat dalan. Masyarakat Desa Giring membawa ratusan ingkung dan melakukan kenduri bersama di Balai Desa Giring, Jumat (27/03/2015).
Selaku Ketua desa budaya Desa Giring, Sunardi mengatakan, setiap masyarakat membuat weton yang dikumpulkan di balai Desa. Terdapat 9 padukuhan di Desa Giring dan hampir sebagian besar warga membuat weton. Tradisi ini diikuti hampir setiap KK di 9 padukuhan yakni, Giring, Kendal, Candi, Nasri, Pulebener, Singkil, Pengos, dan Bulu.
Tradisi babat dalan Desa Giring dilakukan saat musim panen telah selesai. Selain untuk melestarikan tradisi, babat dalan dilakukan sebagai bentuk ucapan syukur atas hasil panen yang diperoleh warga.
Dalam weton yang dibawa oleh setiap warga, berisi nasi wuduk, ingkung ayam kampung, jadah dan lauk pauk lainnya. “Babat dalan kali ini terdapat sekitar 100 ingkung yang dibuat oleh warga. Hal ini menandakan antusias warga dan rasa ucapan syukur dari warga sangat baik,” katanya.
Sementara itu selaku kaum, Ponco Sentono (85) mengaku, tradisi sudah ada sejak ia lahir. Ia memaparkan, dahulu ayahnya juga seorang kaum yang selalu memimpin kenduri saat tradisi babat dalan dilakukan.
Ia berharap generasi muda tetap melestarikan tradisi yang ada di Desa Giring. Terlebih saat ini Desa Giring menjadi salah satu desa budaya di Gunungkidul. “Sebagai desa budaya, baik tradisi maupun budaya yang ada harus tetap terjaga,” imbuhnya.
Puncak acara tradisi babat dalan ditandai dengan membagi-bagikan weton kepada seluruh orang yang datang di Balai Desa Giring. “Tradisi ini juga bertujuan agar warga dapat meniru teladan ki Ageng Giring yang selalu berbagi kepada sesama,” pungkas Ponco. (Atmaja)