Petani Zona Selatan Gunungkidul Sudah Ngawu-awu

oleh -2936 Dilihat
oleh
petani
Petani zona selatan Gunungkidul memulai ngawu-awu. (KH)

GUNUNGKIDUL, (KH),– Sebagian besar petani di zona selatan Gunungkidul telah memulai aktivitas pertanian. Mulai dari pengolahan lahan hingga menyebar benih atau dalam istilah Jawa disebut ngawu-awu.

Sekretaris Dinas Pertanian Kabupaten Gunungkidul, Raharjo Yuwono mengatakan, informasi yang diperoleh dinas, musim penghujan akan jatuh pada pertengahan November 2023 ini. Adapun saat ini, petani di kawasan zona peguungan seribu telah memulai aktivitas pertanian.

“Petani di wilayah selatan itu sudah mempersiapkan lahan mereka. Sudah mulai ngawu-awu atau tebar benih. Ngawu-awu dilakukan usai persiapan lahan,” kata Raharjo, Rabu (15/11/2023).

Ia menjelaskan, Ngawu-awu merupakan cara bercocok tanam khas di Gunungkidul yang turun- temurun dilakukan. Metodenya, benih gabah disebar di atas tanah yang sebelumnya telah diolah, kemudian ditimbun kembali dengan tanah. Ngawu-awu dimulai meski tanah belum basah oleh air hujan.

“Cara ini tidak ada di dalam ilmu perkuliahan, keunggulan metode ngawu-awu ini dapat mengirit biaya dan tenaga. Sehingga ketika musim hujan tiba tinggal menunggu benih itu tumbuh,” kata Raharjo.

Selain itu, keunggulan lainnya yakni masa panen bakal lebih cepat dari pertanian model lainnya seperti persawahan. Pasalnya, saat ini para petani yang menggarap sawah belum memulai penanaman.

“Biasanya petani-petani kita di bagian selatan itu panen lebih dulu. Biasanya pada awal Januari,” imbuhnya.

Kendati begitu, tidak semua dilahan kering dilakukan teknik tanam ngawu-awu. Seperti beberapa lahan di Wonosari dan Ngawen.

“Yang ngawu-awu itu Rongkop, Girisubo, Tepus, Tanjungsari dan Saptosari. Perkiraan luas lahannya mencapai 8000 ha sudah tanam ngawu-awu,” ucap dia.

Namun di sisi lain, ada minusnya. Tanaman dapat kering atau mati jika hujan yang pertama turun tidak langsung disusul oleh hujan selanjutnya.

“Kalau hujan turun sekali benih tumbuh, kalau tidak disusul hujan lagi pasti akan mati. Tapi sekali lagi hebatnya petani kita itu sudah memperhitungkan hujan sesuai hitungan mangsa dalam tradisi penanggalan Jawa,” imbuh dia.

Prapto Wiyono sedang menebar benih padi. KH/ Kandar.

Varietas Segreng Handayani Jadi Pilihan

Raharjo menambahkan, terkait dengan varietas padi yang dipilih cukup bervariasi. Namun karena kondisi geografis di Gunungkidul banyak lahan kering, varietas padi Segreng Handayani menjadi pilihan.

“Ada sekitar 42 ribu hektar lahan kering, nah petani banyak yang merasa cocok dengan Segreng Hadayani karena lebih tahan terhadap kondisi kering,” ungkap dia.

Sementara itu, Suherlan salah satu petani warga Kemadang Tanjungsari mengaku telah melakukan aktivitas ngawu-awu. Dirinya juga menanam padi varietas Segreng Handayani di lahannya.

“Pengalaman dari tahun sebelumnya, jenis ini (Segreng Handayani) cukup kuat jika kurang air. Hasilnya juga lumayan,” ucap dia. (Adhi)

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar