Pernah Lihat di Status WA? Yuk Kenalan Dengan Penutur Dialek Tepus “Thiwule Mateng”

oleh -8551 Dilihat
oleh
Wagiran alias Pras Benguk. (dok. Adi Kilpi)

TANJUNGSARI, (KH),– Tak sedikit netizen dibuat penasaran dengan lelaki yang kerap muncul di video status WA beberapa bulan terakhir. Netizen penasaran siapa dan dari mana lelaki yang bertutur dengan dialek khas Tepus, Gunungkidul itu.

Video yang dibagi-bagikan tak hanya lucu namun juga terkesan ndeso lekat dengan ciri khas asal usul lingkungannya. Berdasar penelusuran KH, lelaki yang sempat viral dengan video “Thiwule mateng urung” itu ternyata warga Kapanewon Tanjungsari. Tepatnya di Padukuhan Walik Angin, Kalurahan Ngestirejo.

Lelaki tersebut bernama Wagiran. Di dunia medsos ia mendapat panggilan Pras Benguk. Dari video-video yang dibuat, selain lucu tampang melas juga kerap ia ekspresikan.

“Ya iseng. Tema-nya sesuai situasi saja,” kata lelaki yang bekerja sebagai penjual Soto di wilayah Yogyakarta ini. Video dibuat saat hujan, menunggu waktu makan, mengomentari situasi jelang tahun baru, ajakan ikut pemungutan suara serta situasi-situasi lain pada umumnya. Video-video itu lebih banyak dibuat secara spontanitas saja.

Dari sekian banyak video yang dibuat, editing dilakukan oleh keponakannya, Adi Kipli. Ia senang saja ada banyak yang membagikan video itu. “Ya syukur kalau menghibur,” imbuh bapak dua anak ini singkat.

Dengan kebiasaannya itu, pihak kepolisian Polsek Tanjungsari tak jarang memintanya membuat video dengan tujuan menyampaikan imbauan kepada masyarakat. Diantaranya terkait pelaksanaan ptorokol kesehatan pencegahan Covid-19 dan antisipasi cuaca ekstrim. Penyampaian imbuan tentu saja tetap dengan bahasa yang ia pakai dalam keseharian. Terkadang ditambah sedikit banyolan, pesan lebih mudah diterima dan dipahami oleh masyarakat.

Tak jarang untuk penyampaian imbauan ke masyarakat, Pras Benguk ‘duet’ dialog dengan rekannya, Sawir. Sebagaimana Pras benguk, Sawir juga bercakap dengan gaya penuturan dialek khas Tepus.

Kasihumas Polsek Tanjungsari, Aiptu Sudaljono menilai, penyampaian imbauan kepada masyarakat oleh warga lokal dengan bahasa dan dialek keseharian dapat dengan mudah diterima.

“Metode tersebut lebih ‘cair’. Dikombinasi lucu, maksud imabuan semakin mudah tersampaikan,” ujar dia. (Kandar)

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar