WONOSARI, (KH) — Memiliki nama asli Salimah, wanita kelahiran Gunungkidul 31 Desember 1980 ini sejak kecil hidup dan akrab di lingkungan dunia panggung seni hiburan. Bagaimana tidak, dari riwayat keluarga, ia memiliki kakek seorang penari serimpi dan sang ibu dahulu sebagai pesinden. Ini membuatnya tumbuh dan mengenal seni olah vokal dan tarian sejak kecil.
Seperti peribahasa buah tidak jatuh jauh dari pohonnya, ia pun memiliki hobi menyanyi. Sejak saat masih TK pelajaran menyanyilah yang paling disukainya. Masuk Sekolah Dasar, dirinya menyalurkan hobi menyanyi dengan mengikuti lomba di berbagai kesempatan.
“Waktu itu memang tak pernah mendapat juara. Tetapi setelah saya ingat saat ini, itulah awal saya tampil untuk melatih mental,” ujar ibu dua anak ini, Kamis, (17/9/2015). Hobinya terus berlanjut, lulusan SMA 1 Wonosari ini pernah mendapat panggilan Imay saat aktif di salah satu group band kala itu.
Setelah lulus SMA tahun 2000, dirinya masuk menjadi penyanyi kelompok musik dangdut di desanya, Semanu. Bersama Astranada, group musik dangdut di desanya, ia mulai berkarir sebagai penyanyi. Penghargaan dunia tarik suara dianggapnya belum bisa diandalkan masa itu, sehingga karena tuntutan ekonomi pula ia memutuskan mengadu nasib merantau ke Jakarta.
Di perantauan, Salimah bekerja di sebuah pabrik. Selang dua tahun, ia memutuskan kembali pulang. Menurut nalurinya, bekerja di pabrik bukan rejekinya. Penyanyi campur sari yang kini berparas cantik ini menganggap Jakarta tak seindah seperti yang ia bayangkan waktu mau berangkat merantau. Kembali ke kampung halaman, ia mencoba berwirausaha sebagai penjual buah. Sayangnya, usaha yang dijalani tersebut gagal. Ia merasakan hal yang sama seperti saat merantau di Jakarta, jualan bukan bidangnya pula.
Rasa syukur yang selalu dipanjatkan Salimah, tawaran gabung di group organ tunggal pimpinan Yunianto (alm) menjadi awal yang baik bagi karirnya. Di kelompok organ tunggal inilah penyanyi yang kini populer dipanggil Zarima menempa diri, ia berlatih hampir semua aliran musik, seperti pop, keroncong, jazz, campur sari, dan lainnya.
“Beliau guru saya nyanyi, andilnya sangat besar menjadikan saya seperti sekarang, Semoga amal dan budi baiknya mendapat pahala yang setimpal,” kenang Zarima seraya mendoakan. Sejak saat itu tekadnya bulat, perjuangan sulit, seperti tak mendapat honor, honor sedikit, bahkan banyak cemoohan berlalu saja, kini dirinya telah menjadi salah satu penyanyi favorit di Gunungkidul.
“Banyak perjuangan berat terkadang bisa dibilang menyedihkan. Bayangkan, job pindah-pindah, pas hujan lebat naik sepeda motor, baju basah, sanggul basah, lalu hari berikutnya sakit dan harus membatalkan banyak job. Sedih juga,” kenangnya.
Namun, semua itu tak pernah mematahkan semangat Zarima untuk terus berjuang berkarya di dunia seni yang diyakininya merupakan panggilan jiwa. Dari dunia yang digeluti ini ia mendapat imbal balik demi keluarga, seiring berjalannya waktu, seni pertunjukan musik semakin dihargai dan banyak peminatnya.
Demi menjaga kualitas suara dan performance saat tampil, dirinya mengaku tak banyak pantangan. Yang penting, sebagaimana yang dilakoni, ia berusaha mengurangi makanan gorengan dan manis. Saat pagi ia terbiasa minum air hangat, lantas selang beberapa jam baru minum jus buah, lebih banyak mengkonsumsi buah dan sayur dan menghindari suplemen tubuh jenis apa pun.
Memiliki penggemar di kota kelahiran suatu hal yang membanggakan. Terlebih ada juga beberapa teman atau fans yang berada di luar negeri mengaku senang melihat penampilannya melalui youtube. Itu semua melengkapi bahagianya seperti saat tepuk tangan penonton dan permintaan dirinya menyanyikan lagu favorit mereka. (Kandar)