Penyulingan Perdana Di Gunungkidul Turut Dukung Swasembada Minyak Kayu Putih Nasional

oleh -11314 Dilihat
oleh
Penyerahan simbolis hasil penyulingan minyak kayu putih dari Kelompok Tani Hutan (KPH) kepada perusahaan. kH/ Kandar.

GUNUNGKIDUL, (KH),– Kebutuhan bahan baku minyak untuk industri kemasan minyak kayu putih dalam negeri cukup besar, yaitu mecapai kurang lebih 3600 ton setiap tahunnya. Hal tersebut disampaikan Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan (BBPPBPTH), Dr. Nur Sumedi, S.Pi, MP., pada saat kegiatan penyulingan perdana Kayu Putih di kawasan kebun Kayu Putih petak 93 dan 95 Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul, DIY.

Namun, Nur Sumedi jelaskan, jumlah tersebut belum mampu dipenuhi oleh produksi minyak kayu putih dalam negeri yang hanya mencapai sekitar 600 ton per tahun. “Sehingga untuk memenuhinya Indonesia masih impor,” kata, Nur Sumedi, Selasa, (3/12/2019).

Adapun impor bahan baku yang dilakukan hanya berupa minyak substitusi dari tanaman Ekaliptus. Memperhatikan kondisi tersebut, BBPPBPTH terus mengembangkan produk pemuliaan tanaman melalui benih unggul tanaman asli Indonesia dengan nama botanis Melaleuca Cajaput ini. Kemudian mendorong penanamannya untuk meningkatkan produksi minyak kayu putih dalam negeri. Pola kemitraan dalam penanaman kayu putih selanjutnya dibangun dan dikembangkan berbasis pada kebun kayu putih skala luas. Salah satunya seperti yang dilaksanakan di lahan 10 hektar di wilayah Playen.

Dengan terselenggaranya penyulingan perdana kayu putih unggul di Playen Gunungkidul oleh Kelompok Tani Hutan (KTH) Inovasi Tani Makmur dengan dampingan BBPPBPTH diharapkan dapat mendukung pemenuhan kebutuhan minyak kayu putih di Indonesia.

“Diharapkan Indonesia bisa swasembada kayu putih. Kalau bisa mandiri mencukupi kebutuhan kayu putih, Indonesia bisa menghemat sekitar Rp. 700 Milyar,” terang Nur Sumedi.

Kedepan setelah target swasembada kayu putih pada 2024 tercapai, Indonesia bahkan ingin meraih pasar ekspor minyak kayu putih. Sebagaimana diketahui, komoditas minyak kayu putih bukan hanya untuk obat saja, namun dapat dijadikan bahan dalam industri pangan, kosmetik, dan lain-lain.

“Minyak kayu putih memiliki nilai ekonomis yang tinggi,” tandas Nur Sumedi.

Tidak kalah penting, masyarakat yang tergabung dalam kelompok tani hutan sebagai pengelola akan memperoleh peningkatan penghasilan yang semakin baik. Disebutkan pula, harga minyak kayu putih hasil penyulingan untuk tiap kilogramnya mencapai sekitar Rp. 265.000. Mengenai hasil panen kelompok tani, akan langsung terserap oleh PT Eagle Indo Pharma atau yang lebih populer dikenal dengan CAPLANG.

BBPPBPTH, sebelumnya melakukan training kepada anggota KTH, mulai dari penanaman, cara pemangkasan hingga cara penyuligan hingga packing. Sementara ini, alat penyulingan di petak 93 di Playen baru berkapasitas 150 kilogram.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Inovasi Kemenristek-BRIN, Ir. Santosa Yudo Warsono, MT., mengungkapkan, membudidayakan kayu putih merupakan peluang yang besar. Menurutnya, tidak ada alasan lagi bagi Indonesia untuk segera mandiri kayu putih.

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar