WONOSARI, (KH)— Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit yang berbahaya serta masuk kategori mahal dari sisi biaya perawatan dan pengobatannya. Upaya penyembuhannya pun membutuhkan waktu yang sangat lama pula.
Kasus di Gunungkidul, berdasar data yang dimiliki kader Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI) Gunungkidul untuk tahun lalu, dari jumlah suspek TB yang ditemukan sebanyak 247 orang, 8 diantaranya positif TB.
Hal ini disampaikan Ketua Cabang PPTI Gunungkidul, Eko Subiyantoro beberapa waktu lalu, dari 8 penderita tersebut sangat disayangkan, 1 telah meninggal dan 3 lainnya tidak melanjutkan pengobatan. Hal ini akan menjadi PR organisasi nirlaba, PPTI dan instansi terkait diwaktu mendatang.
“Organisasi mengandalkan donor dana dari APBD, dan lembaga yang memiliki komitmen terhadap TB yakni global bank, ini menjadi andalan untuk terus bergerak menjadi pioneer penemu orang yang dicurigai terjangkit agar segera ditangani pihak medis,” ujarnya.
Selain adanya 38 relawan PPTI ini, masyarakat juga diminta proaktif terhadap gejala-gejala yang mengarah kepada TB. Hal ini demi antisipasi jangan sampai jatuh korban meninggal lagi. Atau sebagai pertimbangan karena masa penyembuhan TB sangat lama dan biaya pengobatan yang sangat mahal pula, meski selama ini penderita tak dikenakan biaya secara sepenuhnya karena mendapat subsidi dari Negara.
“Paket obat yang harus diminum rutin selama 6 bulan itu jika dihitung mencapai Rp. 70-an juta, bahkan TB kategori yang sulit diobati butuh waktu lebih lama dan biaya hingga Rp. 230 jutaan,” kata Sekretaris PPTI Gunungkidul, Ali Mas’udi SKM MPH menambahkan.
Ia menyampaikan, beberapa ciri yang dapat dijadikan pedoman untuk bersikap waspada terhadap penyakit ini, tanda paling sederhana yaitu apabila batuk selama 7 hari tidak sembuh maka perlu pemeriksaan lebih lanjut oleh dokter.
“terlebih, berat badan berangsur mengalami penurunan serta nafsu makan berkurang, maka wajib untuk periksa lab dahak dan hal lain yang dibutuhkan. Perhatikan pula apakah penderita dengan gejala demikian mengalami keringat dingin,” rinci Ali.
Apabila salah satu warga positif terkena, maka relawan PPTI akan melakukan pendampingan pengobatan, minimal mendorong untuk patuh anjuran dokter, meminum obat selama 6 bulan tanpa terputus.
Dari data yang sudah ada, penderita biasanya berasal dari golongan ekonomi rendah, secara umum kondisi rumahnya lembab, kurangnya sirkulasi udara dan cahaya matahari yang masuk ke rumah.
Karena penyakit ini menular melalui perantara udara, maka, ia berpesan untuk memperhatikan hal-hal berikut, upayakan sinar matahari cukup masuk ke rumah, karena kuman akan mati terkena sinar matahari.
Apabila penderita TB sedang batuk-batuk, perlunya bersikap bijak, ditutupi saat batuk atau upayakan menghindar dari orang-orang atau anggota keluarga yang lain, jangan sampai anak, suami atau istri ikut terkena.
PPTI akan terus berupaya menambah jaringan agar sampai ke pelosok-pelosok melakukan transfer knowledge/ pengetahuan kepada masyarakat luas terkait TB. Keluarga penderita mesti memberikan motivasi semangat kepada penderita untuk minum obat, jangan sampai menyerah sebelum dinyatakan sembuh oleh dokter.
“Tahun ini kita sudah menemukan lagi suspek 20-an orang,” pungkas Ali. (Kandar)