PLAYEN, (KH)— Bak cendawan dimusim hujan, seiring semakin naiknya pamor Gunungkidul sebagai daerah tujuan wisata, bisnis di bidang kuliner meningkat pesat beberapa waktu terakhir. Banyak pengusaha mendirikan restoran, warung makan, dan sejenisnya, yang memadati jalur utama keluar masuk Gunungkidul dan ruas-ruas jalan menuju destinasi wisata.
Seperti apa yang dilakukan Tutut Dewantiwi (44), sekitar 6 bulan lalu istri dari suami warga Wonosari Gunungkidul ini mendirikan warung makan secara franchise dari salah satu merek kuliner ternama di Yogya. Pengakuannya, pembuatan usaha tersebut didorong beberapa faktor, antara lain adanya peluang serta untuk mengisi kesibukan setelah berhenti bekerja sebagai bidan pada salah satu rumah sakit di Yogya.
“Dua puluh tahun jadi bidan, setelah kedua anak saya semakin butuh banyak perhatian seperti antar jemput sekolah atau les, maka saya putuskan berhenti. Pernah juga merintis usaha kuliner di Yogya, sebelum akhirnya mantap memilih di Gunungkidul,” kenangnya mengulas awal usahanya berdiri.
Berhenti bekerja dan tutupnya usaha kuliner di Yogya membuatnya memiliki banyak waktu luang. Ditambah lagi banyaknya telepon yang semakin sering menghubungi dirinya yang ingin menyewa aset tanah milik keluarga di Jl. Wonosari-Yogya km. 5 Bandung Playen untuk dijadikan tempat usaha. Hal itulah yang lantas dianggapnya sebagai peluang, munculah semangat untuk berwirausaha lagi dan membuka warung kuliner di lokasi tersebut.
Diluar dugaan, 3 bulan pertama buka, hasil yang didapat melampui target. Tetapi, dirinya menyayangkan fasilitas dan sistem franchise yang dirasa tidak sesuai ketentuan awal. Setelah berjalan selama 6 bulan, Tutut putuskan berhenti dari sistem franchise, lalu memakai nama baru ‘Warung Simbok’ sesuai keinginannya.
“Setelah saya penuhi kewajiban sebagai pengguna merek dagang, saya memilih berhenti bekerja sama. Lalu secara mandiri membuat nama baru, dengan masakan utama yang sama ditambah beberapa varian menu baru,” jelas Tutut.
Warung Simbok, lanjutnya, memiliki menu utama masakan tradisional khas Jawa, yaitu spesialis ingkung dan ayam goreng kampung. Pilihan paket paling disukai pelanggan yaitu seharga Rp 200 ribu untuk 6 orang, atau satu porsi paket Wow dengan harga Rp 19.900.-.
“Paket Rp 200 ribu itu berisi ingkung utuh besar, nasi, sayur ndeso, wader lombok ijo, tahu, tempe, udang krispi, dan trancam serta minuman teh,” rincinya.
Setiap ada kunjungan, baik dari wisatawan maupun pelanggan lokal, ibu dua anak ini selalu mengamati sisa makanan yang dihidangkan pada tiap menu hidangan. Apabila habis, ia simpulkan enak. Ketika ada sisa sedikit,maka tak segan menanyakan kekurangannya.
“Sebenarnya sudah ada standar bumbu dari kami, tinggal penyesuaian permintaan dari tiap pelanggan. Ketika sebagian besar menyatakan enak, maka itu yang digunakan sebagai patokan. Sembilan puluh persen pelanggan sudah menyatakan enak,” tambahnya.
Ada beberapa paket sajian atau menu ingkung dan ayam goreng Warung Simbok, ditambah lagi menu lain yakni; ayam kampung penyet, gudeg manggar, udang lombok ijo, udang krispi, sambel bawang/terasi, dan lainnya.
Disinggung pemakaian nama ‘Warung Simbok’, sedikit ia jelaskan, “simbok dalam bahasa Jawa yang berarti ibu. Nama tersebut mengandung maksud sebagai bentuk penghormatan kepada sosok seorang ibu, teriring pengharapan pula usaha yang dijalankan mendapat doa, restu dan berkah dari seorang ibu.” (Kandar).