WONOSARI (KH)— Puluhan desa di Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2016 ini menyelenggarakan seleksi perangkat desa untuk mengisi kekosongan beberapa jabatan yang ada, diantaranya Dukuh, Kaur Keuangan, Kabag Pemerintahan, Sekdes, Kabag Pembangunan dan Kaur Perencanaan.
Melihat hasil dari beberapa ujian yang telah dilakukan, ternyata pelaksaan seleksi perangkat desa tidak selalu berjalan lancar. Berbagai peristiwa seperti dugaan kecurangan masih sering ditujukan pada pihak panitia. Kesalahan manajemen panitia yang bersifat fatal juga masih terjadi pada tahun ini sehingga menyebabkan diadakannya ujian seleksi ulang.
Seperti yang terjadi di Desa Karangmojo Kecamatan Karangmojo pada Juni 2016 lalu, para peserta ujian seleksi sempat melakukan demo dan menuntut ujian ulang meski akhirnya peserta yang diduga melakukan kecurangan tetap dilantik. Mereka sempat mencium kecurangan yang dilakukan panitia hingga menimbulkan kegaduhan.
Kasus lain yang baru saja terjadi adalah kasus salah hitung pada koreksi hasil ujian peserta di Desa Purwodadi Kecamatan Tepus. Karena masalah ini, pihak panitia direkomendasikan oleh Camat Tepus, Sukamto untuk melakukan seleksi ulang pada jabatan Kaur Keuangan. Di sisa waktu tahun 2016 ini masih ada beberapa desa yang akan melakukan ujian seleksi perangkat desa, diantaranya Desa Mulo Kecamatan Wonosari dan Desa Logandeng Kecamatan Playen.
Celah kemungkinan terjadinya dugaan kecurangan dan human eror yang dilakukan panitia masih saja bisa terulang. Hal ini bisa terjadi di desa manapun, maka masyarakat dan peserta seleksi harus saling bersinergi dalam melakukan pengawasan.
Menurut AS, nara sumber KH yang pernah menjabat sebagai salah satu penguji seleksi perangkat desa di sebuah desa di Gunungkidul menuturkan bahwa celah kecurangan dapat terjadi dengan mudah meski tim penguji dikarantina. Selain itu kasus kecurangan sangat tergantung dari komitmen para penguji, panitia, dan kepala desa. Jadi ada atau tidak adanya kecurangan berawal dari komitmen dan idealisme komponen-komponen terkait.
Sebagai contoh kecurangan yang mungkin terjadi apabila pihak panitia dan tim penguji berniat curang adalah mengijinkan tim penguji membawa HP saat karantina untuk mengirimkan data contoh soal ujian kepada salah satu peserta atau pada oknum pemesan soal. Selain itu, soal ujian bisa saja sudah dibuat di rumah masing-masing penguji sehingga sampai di ruang karantina orang-orang yang didaulat menyusun soal tinggal menyalinnya saja.
Kecurangan yang sangat mungkin terjadi adalah kecurangan yang dilakukan oleh Kades. Orang-orang yang masuk dalam kepanitian adalah orang-orang yang mudah diajak kong-kalikong atau loyalis Kades sehingga memudahkan Kades untuk mengontrol soal yang akan diujikan. Lembaran soal-soal itu akan membuat Kades dengan mudahya bisa meluluskan seorang peserta seleksi yang dikehendakinya.
Mentalitas oknum perangkat desa serta panitia seleksi yang korup dan nepotis juga akan sangat mempengaruhi terjadinya kecurangan. Suap-menyuap dan berbagai transaksi uang akan begitu mudah terjadi karena memanfaatkan posisi strategis yang mereka miliki.
Selain itu AS menambahkan, bahwa kecurangan yang hanya dilakukan salah satu oknum panitia atau penguji dianggapnya sangat sulit dilakukan. Jadi bila terjadi kecurangan besar kemungkinan dilakukan atau diketahui seluruh anggota panitia dan penguji.
Menurutnya, prosedur karantina yang dilakukan pada tim penyusun soal bukanlah sebuah jaminan sebuah seleksi perangkat desa akan terbebas dari kecurangan. Namun hal ini cuma bisa meminimalisir terjadinya kecurangan.
Bila dari awal panitia telah berniat curang, maka karantina yang dilakukan pada tim penguji dan penyusun soal adalah sekedar formalitas dan main-main belaka. Tak hanya karantina, prosesi pengerjaan soal yang dilakukan peserta tak ubahnya sebuah panggung drama. Dan akhirnya, peserta yang mengerjakan soal dengan jujur pun menjadi korbannya. (S. Yanto)