
WONOSARI, (KH),– Sejumlah pedagang kelontong di Pasar Argosari, Wonosari, Gunungkidul mengeluhkan tingginya harga garam dapur. Para pedagang mengaku kenaikan harga garam tidak rasional dan menjadi catatan sejarah.
Salah satu pedagang kelontong di Pasar Argosari Wonosari, Sulastri mengatakan, naiknya harga garam dapur ini bahkan terjadi setiap hari. Namun kenaikan harga garam tertinggi terjadi pada garam jenis grosok dari harga semula Rp. 20.000 per 20 kilogram, kini menjadi Rp. 100.000.
“Harga garam yang mencapai 100 ribu ini baru saya alami sekarang selama saya berdagang di Pasar Argosari ini,” terang Sulastri saat ditemui di lapaknya, Senin 24 Juli 2017.
Pemilik warung kelontong Sari Kepala tersebut mengatakan, kenaikan signifikan juga terjadi pada garam batangan. Garam yang biasa banyak digunakan ibu rumah tangga ini dijual dengan harga Rp. 77.000 per 10 biji. Harga ini naik 500 persen jika dibandingkan dengan harga dua bulan lalu.
“Garam merek Zebra ini awalnya setiap sepuluh pak hanya Rp. 10.000, naik lagi menjadi Rp. 25.000 , kemudian Rp. 33.000 dan sekarang harganya mencapai Rp. 77.000,” terangnya.
Tidak hanya kesulitan dalam memperoleh dagangan, naiknya harga garam ini juga menurunkan daya beli masyarakat. Jika awalnya masyarakat membeli 10 wadah untuk garam batangan kini hanya membeli dengan jumlah sedikit atau “ngecer”.
“Khusus untuk para pembeli yang digunakan untuk restoran, penjual es, kerupuk mau tidak mau meski harga melambung tinggi ya tetap beli. Karena tidak ada pengganti lain selain memakai garam ini,” terangnya.
Menurut alasan yang di terima oleh para distributor, produksi garam sedikit terganggu akan adanya musim kemarau. Padahal produksi garam membutuhkan cuaca yang panas. Namun sejumlah pedagang meminta pemerintah segera memberikan solusi atas tingganya harga garam tersebut.
“Jangan sampai tingginya harga garam ini hanya bagian dari permainan para tengkulak diatas sana,”
Sementara salah satu produsen kerupuk, warga Ponjong, Gunungkidul, Basuki mengatakan, meski harga garam terus melonjak, pihaknya tetap membeli karena garam merupakan salah satu bahan pokok dalam bumbu kerupuknya.
“Gak bisa diganti walaupun nanti harganya sampai Rp. 200.000 mau tidak mau ya tetep beli to,” jelasnya.
Terpisah kepala seksi Perlindungan Konsumen dan Kemetrologian, Dinas Perindustrian dan perdagangan Gunungkidul Supriyadi, SE., mengaku telah mendapat laporan tingginya harga garam tersebut. Namun pihaknya masih menunggu koordinasi dengan Pemprov DIY adanya temuan harga tersebut.
“Kita masih menunggu koordinasi dengan pihak pemrov karena kita tahu kita juga masih mengandalakan daerah lain untuk kebutuhan garam,” katanya. (Wibowo)