WONOSARI, (KH),– Definisi sukses bagi tiap orang memang berbeda-beda. Sukses tak melulu soal kepemilikan materi berlimpah, atau juga menjadi pejabat pemerintah. Bagi Nurdin, profesi apapun asal memberi manfaat bagi dirinya serta orang lain sudah layak dikatakan berhasil. Percaya diri atas pandangannya, ia pun bersedia dan berani menggeluti dunia pertanian. Baginya, petani juga memiliki kesempatan yang sama untuk berhasil dan sukses.
Pemilik nama lengkap Muhammad Nurdin (28) warga Padukuhan Bansari, Desa Kepek, Kecamatan Wonosari, Gunungkidul ini tak merasa malu memiliki profesi sebagai petani. Cara pandangnya memang lain, kata dia, meski jaman cukup maju seperti sekarang pemuda tak perlu mati-matian mengejar agar bisa kerja kantoran.
“Jadi petani asal tahu ilmunya hasilnya juga menjanjikan kok,” sergah dia mengawali perbincangan, belum lama ini.
Usai belajar selama setahun di Jepang tahun 2014/2015 silam mengenai pertanian, dirinya semakin mantap untuk bertani. Kesempatan yang ia peroleh melalui program dari Kementerian Pertanian itu membuatnya tak sedikitpun merasa khawatir untuk hidup dengan bekerja keras atau membanting tulang usai tiba di kampung halaman.
Semenjak kuliah di Prodi pertanian di Universitas Gunung Kidul (UGK) dirinya sudah setia menjalani aktivitas sebagai petani. Nurdin menanam aneka jenis sayuran, serta sempat pula menanam melon. Hasil panenan aneka jenis sayuran ia kirim ke sejumlah pasar tradisional.
Menanam sayuran, kata dia, agar mendapat hasil optimal harus punya startegi. Selain bagaimana teknik menanam dan merawat tanaman, ia juga perhatikan betul siklus pasar. Sehingga jarang ia temui harga komoditas sayuran anjlok saat panen sayuran berlangsung. Bangga ia rasakan, sebab, dari ketekunannya seluruh biaya kuliah tertebus.
Demikian pula ketika lulus memegang ijazah sarjana, Nurdin tak tergiur melamar pekerjaan. Pertanian tetap dipilih menjadi mata pencaharian yang utama. Justru, setelah menikah, anak dari Tukiyo (54) dan Widianti (44) ini mengembangkan usaha pertanian ke sektor peternakan.
“Sekarang saya pelihara ayam petelur. Untuk menekan biaya operasional pembelian jagung sebagai pakan, sekarang saya juga menanam jagung,” tutur bapak dari satu anak ini.
Dirinya mengaku ingin menciptakan usaha agrobisnis skala menengah. Untuk memenuhi kebutuhan pakan jagung bagi 700 ekor ayamnya, ia manfaatkan jagung dari panenan sendiri. Meski sekarang belum menutup semua kebutuhan, namun setidaknya sudah cukup menghemat alokasi pengeluaran pakan ayam petelur.
“Lahan menanam jagung memang tidak begitu luas sehingga panenan jagung tak memenuhi kebutuhan seluruhnya,” ujarnya.
Dari 700 ekor ayam petelur yang dia pelihara, ia mendapat Rp. 200 ribu bersih tiap hari. Dengan catatan harga pakan konsentrat, bekatul serta jagung dalam kondisi rata-rata. Kemudian harga telur dalam kondisi baik atau tidak turun drastis.