WONOSARI, (KH),– Frekuensi hari hujan dan kondisi curah hujan yang tinggi sangat mendominasi kondisi cuaca menjelang akhir tahun di wilayah Pulau Jawa termasuk di wilayah Gunungkidul. Di beberapa wilayah Gunungkidul seperti di wilayah Gedangsari dan juga wilayah lainnya seperti Purwosari, Panggang, dan Saptosari yang berkontur perbukitan ekstrim, dengan tingginya curah hujan dan meningkatnya frekuensi hari hujan mengakibatkan terjadinya bencana berupa longsoran tanah dan/atau bebatuan.
Longsoran tanah dan bebatuan tersebut dapat menimbulkan kerugian material apabila menimpa rumah penduduk, lahan pertanian produktif, dan fasilitas publik seperti jalan raya, balai desa, dan lain sebagainya. Salah satu langkah yang dapat dilakukan dalam upaya mengurangi resiko dampak bencana tanah longsor adalah dengan cara mengenali dan memahami apa sebenarnya yang disebut tanah longsor tersebut.
Termasuk mengenali dan memahami gejala-gejala tanah longsor, jenis-jenis kelongsoran, penyebab terjadinya kelongsoran, upaya penanganan dampak kelongsoran, serta langkah-langkah pencegahan agar kelongsoran tidak terjadi secara berulang.
Tanah longsor pada dasarnya adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material campuran tersebut, bergerak ke bawah atau keluar lereng. Proses terjadinya tanah longsor dapat diterangkan sebagai berikut. Air yang meresap ke dalam tanah akan menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai tanah kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi licin dan tanah pelapukan di atasnya akan bergerak mengikuti lereng dan keluar lereng.
Mengenali Gerakan Tanah
Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia, yaitu: lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng India-Australia yang bergerak saling menumbuk. Akibat tumbukan antarlempeng tersebut, maka terbentuk daerah penunjaman yang memanjang di sebelah barat Pulau Sumatera, sebelah selatan Pulau Jawa hingga ke Bali dan Kepulauan Nusa Tenggara, sebelah utara Kepulauan Maluku, dan sebelah utara Papua.
Konsekuensi lain dari tumbukan tersebut adalah terbentuknya palung samudera, lipatan, punggungan dan patahan di busur kepulauan, sebaran gunungapi, dan sebaran sumber gempa bumi. Gunungapi yang ada di Indonesia berjumlah 129 atau 13 persen dari jumlah gunungapi aktif dunia.
Dengan demikian Indonesia rawan terhadap bencana letusan gunungapi dan gempa bumi. Di beberapa pantai, dengan bentuk pantai sedang hingga curam, jika terjadi gempa bumi dengan sumber di dasar laut atau samudera dapat menimbulkan gelombang tsunami.
Jenis tanah pelapukan yang sering dijumpai di Indonesia adalah hasil gunung meletus. Tanah ini memiliki komposisi sebagian besar lempung dengan sedikit pasir dan bersifat subur. Tanah pelapukan yang berada di atas batuan kedap air pada perbukitan/punggungan dengan kemiringan sedang hingga terjal, berpotensi mengakibatkan tanah longsor pada musim hujan dengan curah hujan berkuantitas tinggi.
Jika perbukitan tersebut tidak ada tanaman keras berakar kuat dan dalam, maka kawasan tersebut rawan bencana tanah longsor.
Jenis-jenis Tanah Longsor
Ada 6 (enam) jenis tanah longsor. Jenis tanah longsor yang paling banyak memakan korban jiwa manusia adalah jenis longsoran aliran bahan rombakan. Berikut detail jenis-jenis longsoran tanah:
1. Longsoran Translasi. Longsoran translasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelom-bang landai. Ilustrasi longsoran translasi lihat gambar berikut:
2. Longsoran Rotasi. Longsoran rotasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk cekung. Ilustrasi longsoran rotasi lihat gambar berikut:
3. Pergerakan Blok. Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada bidang gelincir berbentuk rata. Longsoran ini disebut juga longsoran translasi blok batu. Ilustrasi pergerakan blok lihat gambar berikut:
4. Runtuhan Batu. Runtuhan batu terjadi ketika sejumlah besar batuan atau material lain bergerak ke bawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng yang terjal hingga menggantung, terutama di daerah pantai. Batu-batu besar yang jatuh dapat menyebabkan kerusakan yang parah. Ilustrasi runtuhan batu lihat gambar di bawah:
5. Rayapan Tanah. Rayapan tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Jenis tanahnya berupa butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini hampir tidak dapat dikenali. Setelah waktu yang cukup lama, longsor jenis rayapan ini bisa menyebab-kan tiang-tiang telepon, pohon, atau rumah miring ke bawah. Ilustrasi rayapan tanah lihat gambar berikut:
6. Aliran Bahan Rombakan. Jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh air. Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume dan tekanan air, dan jenis materialnya. Gerakannya terjadi di sepanjang lembah dan mampu mencapai ratusan meter jauhnya. Di beberapa tempat bisa sampai ribuan meter, seperti di daerah aliran sungai di sekitar gunung api. Aliran tanah ini dapat menelan korban cukup banyak. Ilustrasi aliran bahan rombakan sebagaimana terlihat dalam gambar utama artikel ini (gambar paling atas).
Gejala Umum Tanah Longsor
Bisakah kejadian tanah longsor diprediksi atau diperkirakan? Bisa, dengan cara mengenali gejala-gejala umum yang dapat diamati dari fenomena yang terjadi di lingkungan sekitar. Beberapa gejala umum tersebut di bawah ini dapat menjadi deteksi dini kejadian longsoran tanah:
- Munculnya retakan-retakan di lereng yang sejajar dengan arah tebing.
- Biasanya terjadi setelah hujan.
- Munculnya mata air baru secara tiba-tiba.
- Tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan.
Penyebab Terjadinya Tanah Longsor
Apakah penyebab terjadinya tanah longsor? Apakah sesuatu yang bersifat mistis diluar kendali manusia? Apakah tanah longsor itu hukuman Tuhan atas perbuatan dosa manusia? Pada prinsipnya, secara teknis tanah longsor terjadi bila gaya pendorong pada lereng lebih besar daripada gaya penahan. Gaya penahan umumnya dipengaruhi oleh kekuatan batuan dan kepadatan tanah, sedangkan gaya pendorong dipengaruhi oleh besarnya sudut lereng, air, beban, serta berat jenis tanah dan/atau batuan.
Karena itulah, mengenali dan memahami kondisi lingkungan sekitar utamanya yang bermukim di wilayah yang berbukit-bukit atau cekungan lembah menjadi hal yang sangat penting. Mengapa karena dengan mengenali dan memahami kondisi lingkungan sekitarnya mampu melakukan deteksi dini, apakah di wilayahnya berpotensi terjadi kelongsoran atau tidak. Dengan deteksi dini tersebut, sejatinya dapat dilakukan langkah-langkah preventif agar terhindar dari potensi kelongsoran tanah dan batuan.
Apabila memang kelongsoran terjadi akibat keteledoran membangun permukiman di tempat yang semestinya tidak dibangun. Apabila memang terdapat keteledoran karena merusak lingkungan di daerah pengaruh kelongsoran, maka tindakan kuratif dengan perbaikan lingkungan harus dilaksanakan.
Ketika terjadi peristiwa atau bencana tanah longsor, sejatinya langkah kepasrahan tidak terhenti pada doa permohonan keselamatan dari Tuhan Sang Penyelenggara Alam Raya, tetapi perlu tindak lanjut dalam langkah-langkah kuratif dan preventif dengan menggunakan akal sehat karena ilmu pengetahuan dan teknologi mampu menjadi alat bantu manusia dalam menanganinya.
Penulis: S Yanto.
Referensi lanjut: http://www.ibnurusydy.com/geo-bencana/longsor/