Masjid Peninggalan Ki Ageng Giring III Ini Masih Simpan Bedug Pertama Kali

oleh -4677 Dilihat
oleh
Masjid Al Huda di Sodo, Paliyan. Masjid peninggalan Ki Ageng Giring III. (KH/ Kandar)

PALIYAN, (KH),– Salah satu Masjid tua di Gunungkidul berada di Kalurahan Sodo, Kapanewon Paliyan. Masjid yang konon dibangun pada tahun 1576 itu merupakan peninggalan Ki Ageng Giring III.

Sesepuh setempat, Wedono Surakso Sartoyo (74) saat ditemui di kompleks masjid baru-baru ini mengutarakan, bangunan yang pertama didirikan sebagai tempat beribadah itu berukuran kecil sehingga disebut Langgar.

Dari kisah yang dia terima, ukuran luasnya antara sekitar 4×4 hingga 4×6 meter saja. Berdinding bambu dan beratap ilalang.

“Pada tahun 1750 bangunan tempat ibadah diperbaiki oleh tokoh bernama Eyang Rukosuta. Ukurannya diperbesar. Dinding kemudian diganti papan kayu,” terang dia.

Perbaikan setidaknya kembali dilakukan sebanyak dua kali. Tahun 1960 dan 1983. Pada tahun 1960 mendapat bantuan dana dari Departemen Agama (sekarang Kementerian Agama) sebesar Rp10.000,00. Pada waktu itu dilakukan perombakan menyeluruh mencakup bentuk dan ukuran Langgar.

Kemudian, tahun 1983 kembali memperoleh dana renovasi dari Presiden Soeharto.

Sartoyo melanjutkan, disaat awal mula berdiri, keberadaan masjid di tempat lain masih cukup jarang. Praktis pengguna masjid bukan hanya datang dari warga sekitar saja. Masyarakat dari wilayah yang agak jauh pada periode waktu tertentu ikut melaksanakan ibadah dan memperdalam ilmu keagamaan di masjid yang sekarang bernama Al Huda ini.

“Warga Wonosari bagian selatan misalnya. Dari Paliyan bagian barat Juga ke sini,” sambung Sartoyo.

Tidak jauh dari letak masjid terdapat makam pendiri, Ki Ageng Giring III. Dikisahkan, kawasan tersebut merupakan tempat tinggalnya.

Bedung pertama kali milik Masjid yang kini bernama Al Huda. (KH/ Kandar)

Di sekitar makam tokoh yang menjadi salah satu cikal bakal berdirinya kerajaan Mataram Islam di Jawa itu berkembang menjadi pemakaman umum. Karena merupakan leluhur, pihak Kasultanan Ngayogyakarta kemudian merawat dan membangun fasilitas makam guna memberi kenyamanan para peziarah.

Bekas bahan penyusun bangunan masjid saat awal berdiri, kata Sartoyo tak ada yang tersisa lagi. Namun demikian ada satu perlengkapan masjid yang masih tersimpan hingga saat ini.

“Kayu tabung bedug yang pertama kali masih disimpan. Tiang penyangga dan kulit bedug tidak ada, tinggal kayu bedung saja,” terang juru kunci paling sepuh di Makam Mi Ageng Giring III ini.

Saat KH menengok kayu tabung bedug, kondisinya nampak masih cukup utuh. Tabung kayu jati berdiameter kurang dari 1 meter itu tak nampak mengalami pelapukan.

“Kata simbah dulu saat ditabuh terdengar sampai Patuk,” tukas Sartoyo. (Kandar)

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar