Maridin Menggantungkan Hidup dari Panenan Pete

oleh -4692 Dilihat
oleh

TEPUS,(KH).– Masyarakat pesisir selatan Gunungkidul khususnya di Kecamatan Tepus memiliki tantangan hidup yang keras dalam menegakkan perekonomian rumah tangganya. Diluar kesulitan pasokan air bersih saat musim kering, kondisi alam yang berbukit-bukit tentu tidak mudah untuk melakukan usaha bercocok tanam padi atau palawija. Sebagai salah satu solusinya, sebagian petani di wilayah tersebut menggantungkan perekonomian mereka pada tanaman buah musiman seperti srikaya dan pete.

Maridin salah satu petani yang menggantungkan nasibnya pada tanaman buah musiman tersebut mengungkapkan, susahnya untuk bertani di daerah perbukitan seperti di desanya. “Mau ditanami padi juga susah karena lahan lempar (datar) kurang, ditambah kami petani tadah hujan,” ungkapnya. Kamis (30/10/2014).

Ia mengaku, sebagian penghasilannya berasal dari berjualan buah srikaya dan pete. “Setiap pasaran Pon saya menjual pete ke pasar yang berada di Jepitu Kecamatan Girisubo,” katanya.

Dengan membawa seratus batang pete, setiap 5 hari sekali ia mendapatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. “Satu lonjor pete saya jual Rp 1.000, bisa dihitung selama lima hari pendapatan kurang lebih Rp 100 ribu. Jadi uang Rp 100 ribu tersebut harus dimaksimalkan untuk keperluan 5 hari berikutnya,” ujarnya.

Uang hasil berjualan pete tersebut juga digunakan untuk keperluan membeli sayur dan beras juga untuk kebutuhan sekolah anaknya. Kendala yang sering dihadapi Maridin adalah pete yang dibawanya sudah terlalu matang, hingga harganya pun ikut turun.

“Harus jeli betul ketika memetik, karena terkadang pete yang sudah tua di pohon tidak akan bertahan dalam waktu 2 hari, kulitnya akan berwarna kehitaman,” tutur ayah dua orang anak tersebut.

Maridin juga harus berjuang keras untuk menjual hasil kebunnya. “Ke pasarnya juga jauh, karena saya harus berjalan kurang lebih 7 kilometer untuk sampai ke pasar Pon,” imbuhnya.

Maridin mengungkapkan, ia tidak mau untuk menjual buah pete secara borongan kepada pedagang besar, karena menurutnya akan rugi. “Saya memilih setiap 3 hari sekali memanjat pohon agar uangnya pun awet bisa untuk memenuhi kebutuhan hidup,” tandasnya. (Atmaja/Bara).

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar