WONOSARI, (KH) — Berkebun merupakan kegiatan yang menghasikan bagi sebagaian orang untuk mengisi waktu luang. Sempitnya lahan yang dimiliki, kini bukan alasan lagi untuk melakukan kegiatan tersebut. Berkebun bisa dilakukan dengan metode hidroponik.
Menutrut Budi Kuncoro, penggiat tanaman hidroponik, metode ini sangat cocok bagi masyarakat perkotaan yang hobi bercocok tanam, tetapi tidak memiliki sisa tanah yang luas. Selain itu, menanam dengan metode Hidroponik cocok dilakukan di Gunungkidul, karena hemat dalam penggunaan air.
“Ini juga cocok dilakukan bagi para ibu yang mungkin dalam dirinya ingin sekali berkebun, tapi tidak ada tempat,” kata Warga Ringinsari, Wonosari ini saat ditemui di sela merawat tanaman hidroponiknya, Kamis (26/3/2015).
Kata Budi, budidaya tanaman secara hidroponik dapat dilakukan dengan menggunakan barang bekas seperti botol dan gelas air mineral, jerigen bekas minyak ataupun wadah lainya. Selain itu, tanaman lebih indah dan bersih; memudahkan dalam pengolahan, sehingga harganya pun lebih tinggi.
“Umur panen sama dengan penanaman yang dilakukan dengan media tanah, tetapi tanaman lebih besat pada umur yang sama, kerana penyerapan makanan dalam jumlah dan komposisi yang tepat seperti kebutuhan tanaman,” ungkap tenaga harian lepas di BP2KP Gunungkidul ini.
Dia mengatakan, bila metode ini banyak diterapkan pada masyarakat perkotaan, pertanian di Gunungkidul, khusunya yang berada di pusat kota akan tetap berjalan. Dengan demikian, masyarakat tetap bisa melakukan aktivitas pertanian meski tidak memiliki lahan yang luas.
“Saya siap membagi ilmu, jika ada masyarakat yang ingin belajar tentang metode menanam dengan menggunakan hidroponik,” ungkap Bapak satu orang putra ini.
Tapi, kata Budi, kendala terbesar dari bercocok tanam dengan metode hidroponik adalah terbatasnya tempat yang menjual semua sarana yang dibutuhkan. Seperti rokul (media tanam) dan nutrisi yang belum dijual secara bebas.
Untuk mengatasi hal tersebut, budi menggunakan pipa sebagai tempat untuk media tanam dan pompa elekrik yang digunakan untuk memutar air yang dibutuhkan tanaman. Ia mengaku, setiap satu lubang tanam hanya membutuhkan biaya sekitar 6000 rupiah.
“Untuk nutrisi yang dibutuhkan tanaman; memang kita masih beli, karena untuk membuat sendiri harga formulanya lebih mahal dari pada pupuk yang siap pakai,” ujarnya.
Saat ini, Budi baru menanam lima sampai enam jenis sayuran. Sedikitnya lahan yang dibangun, membuat tidak semua bibit dapat ditanam dengan metode hidroponik. “Untuk tanaman yang menggunakan metode hidroponik, baru sekitar lima. kita pilih saja tanaman yang memang laku dan tidak ada dipasar tradisiol,” katanya.
Ada pun sayuran yang ditanam menggunakan metode hidroponik adalah pakcoi, selada, sawi, mind, bayam merah dan selederi. “Selada di sini sering diambil oleh pengelola rumah makan yang ada di Wonosari, selain itu di Yogyakarta stok selada ini setiap harinya masih kurang,” ungkap Budi
Budi menjelasakan, untuk proses penanaman, terkebih dulu bibit tanaman disemai dalam rakul (media seperti spon) yang dibasahi air. Sepuluh hari kemudian, jika bibit sudah tumbuh barulah dipindahkan ke pot yang akan dimasukan ke dalam modul yang dialiri air dan nutrisi.
“Nutrisi yang dibutuhkan tanaman, kita campur dengan air. Kadar yang dibutuhkan harus sesuai dengan kebutuhan tanaman. setelah menunggu 35 hari, sayuran ini siap di jual. ” ucapnya.
“Kita juga tidak kesulitan menjual, sebab setiap minggu pagi ada kegiatan pasar tani di kompek alun-alun Wonosari. Selain itu sudah ada pengelola rumah makan yang setiap harinya mengambil kemari. (juju)