Kalah Kualitas, Produk Anyaman Gunungkidul Kalah Saing Di Kandang

oleh -8379 Dilihat
oleh
Berbagai produk anyaman di Pasar Argosari. KH/ Kandar
Berbagai produk anyaman di Pasar Argosari. KH/ Kandar
Berbagai produk anyaman di Pasar Argosari. KH/ Kandar

WONOSARI, (KH)— Memilih berdasar kualitas. Mmungkin ini yang akan dilakukan kebanyakan orang ketika membeli peralatan. Misalnya dalam membeli peralatan dapur, hal yang sama pun akan dilakukan masyarakat.

Pengakuan Wasilah salah satu pedagang gerabah, anyaman dan perlengkapan dapur di Pasar Argosari Wonosari cukup mengejutkan, pasalnya, produk anyaman dari Gunungkidul malah sepi peminat di daerahnya sendiri.

Beberapa alasan pembeli sangat logis, di antaranya mengenai kualitas produk, tampilan atau warna keluwesan. Juga perihal keawetan disampaikan konsumen sebagai alasan mereka yang membeli produk anyaman di kiosnya.

“Produk anyaman lokal Gunungkidul di antaranya tenggok, tampah, irik, tambir, kukusan dan lainnya. Biasanya kita mendapat setoran dari pengrajin di wilayah Sodo dan Semin,” katanya saat ditemui di kios lantai bawah sebelah selatan, Selasa, (17/5/2016).

Selain produk lokal tersebut, ia juga menjual jenis yang sama, tetapi berasal dari wilayah Imogiri Bantul, dan beberapa jenis lain dari Pangandaran seperti piring lidi.

“Jenis lain yang dari luar ada juga besek dan kalo. Perbedaan jelas nampak antara produk lokal dan luar,” ujar dia.

Perbedaan mencolok, terang dia, warna produk anyaman yang dari luar agak kekuningan, atau lebih luwes apabila dipakai sebagai peralatan dapur. Hal ini lantaran cara pembuatan dengan disertai proses asepan/pengasapan.

“Dari segi tampilan sudah kalah, belum lagi dari sisi kualitas, dan kerapiannya” ulasnya lagi. Meski harga selisih lebih mahal sekitar Rp 2 ribu, tetapi produk dari luar lebih laris.

Kisaran perbandingannya pun cukup banyak, ia menyebut, ketika misalnya tambir dari luar mampu terjual tiga buah, produk yang sama dari lokal belum tentu laku satu buah.

Hal ini juga terbukti lewat pengakuan dari konsumen. Tutut Dewanti, salah satu pemilik resto di Jl Wonosari-Yogya ini biasa menggunakan peralatan anyaman di rumah makannya yang memang bergaya tradisional. Produk Gunungkidul secara umum ia anggap kalah kualitas, sehingga ia mengaku lebih memilih produk dari luar walapun sebelumnya sempat membeli dari pengrajin lokal.

“Kadang-kadang menemukan yang kotor dan berjamur, lalu kekuatan dan kerapian cenderung lebih baik dari Bantul,” katanya beberapa waktu lalu. (Kandar)

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar