PALIYAN, (KH) — Jagung merupakan salah satu tanaman pangan yang dikenal luas di tanah air. Sebagai sumber karbohidrat, sebagian masyarakat masih memanfaatkan jagung untuk makanan pokok sehari-hari.
Oleh karena itu, tak heran apabila kebutuhan jagung dari tahun ke tahun terus meningkat. Terdapat dua jenis jagung yang ditanam oleh petani di Gunungkidul, antara lain Jagung Hibrida dan non hibrida atau jagung lokal.
Sebagian besar petani di Gunungkidul memilih menanam jenis Jagung Hibrida dibanding dengan jagung lokal. Beberapa petani masih ada yang bertahan untuk menanam jagung lokal. Alhasil, beberapa petani yang menanam jagung lokal sudah memulai memetik jagung tersebut.
Dari pantauan KH, beberapa petani di Gunungkidul terlihat sumringah, ketika mendapati tanaman jagung lokal yang mereka tanam selama hampir 2 bulan sebentar lagi siap untuk dipanen. Untuk tanaman palawija seperti jagung jawa, bahkan sudah bisa dinikmati untuk dijadikan jagung bakar maupun jagung rebus.
Seperti Karso (68) warga Sodo, Paliyan yang sudah memulai memanen Jagung di ladangnya. Jagung jawa dipilih Karso lantaran harga benih Jagung Hibrida yang melambung tinggi saat musim tanam beberapa bulan yang lalu. Hal ini membuat Karso tidak mampu untuk membeli bibit Jagung Hibrida.
“Jika membeli benih Jagung Hibrida Rp 50 ribu hanya dapat 1 kilogram, tetapi untuk jagung lokal bisa mendapatkan 3 – 4 kilogram,” katanya, Rabu (28/01/2015).
Ia menyadari perbedaan hasil antara Jagung Hibrida dan jagung lokal untuk hasil panen. Menurutnya, Jagung Hibrida menghasilkan hasil panen lebih baik dari pada jagung lokal. Hal ini bisa dilihat dari biji jagung dengan ukurannya yang berbeda.
“Jagung Hibrida lebih banyak isinya, juga lebih besar, berbeda dengan jagung lokal. Tetapi saya bersyukur, karena hasil panen Tahun ini cukup baik, tanaman tidak terserang hama,” ujarnya.
Ia menambahkan, jagung yang habis dipetik dari ladang, akan di jemur dan kemudian dijual untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Bersama dengan istrinya Karso harus pergi ke ladang sehari dua kali, untuk mengangkut hasil panennya.
“Selagi masih sehat, ya saya pikul sendiri. Karena ladang, juga tidak begitu jauh,” tandasnya. (Atmaja/Tty)