GUNUNGKIDUL, (KH),– Di Gunungkidul terdapat setidaknya 14 rumah warga bertipe rumah tradisional Jawa yang dikategorikan sebagai warisan cagar budaya. Rumah-rumah tersebut masuk dalam perlindungan Badan Pelestari Cagar Budaya (BPCB) DIY.
Perlindungan diberikan berdasar beberapa alasan. Di antaranya karena rumah-rumah tersebut memiliki komposisi dan proporsi yang khas sesuai karakteristik serta prinsip-prinsip arsitektur Jawa. Keberadaannya dijaga agar nilai-nilai filosofis, ragam hias, fungsi lingkungan dan material serta pengetahuan historis, termasuk proses pembuatannya dapat diwariskan turun-temurun.
Secara umum umur rumah juga sangat tua. Pemilik sebagian besar masih mempertahankan keaslian struktur elemen bangunan rumah sejak pertama kali didirikan.
Ir Winarsih, Kepala Seksi Kepurbakalaan dan Permuseuman Bidang Pelestarian Warisan dan Nilai Budaya Dinas Kebudayan mengatakan, bentuk rumah tradisional Jawa dibagi menjadi 4 corak berdasarkan bentuk atapnya, yakni: Joglo, Limasan, Kampung, dan Panggung. Corak-corak tersebut masing-masing mempunyai beberapa ragam atau varian yang keseluruhannya tidak kurang dari 26 ragam.
Berdasar pendataan dan penelusuran yang pernah dilakukan, tata ruang rumah tradisional Jawa terdiri dari beberapa bangunan dan halaman atau ruang terbuka di antara bangunan-bangunan tersebut. Hal tersebut terkait erat dengan aspek fungsi dan hubungannya dengan lingkungan sekitarnya. Antara lain: sinar matahari, arah angin, hujan, dan aliran air di bawah tanah.
“Pembagian ruang secara komplit dan lengkap antara lain: halaman, regol, kuncungan, gadri, gandhog, dan pawon,” rinci Winarsih. Keberadaannya biasanya juga terkait erat dengan kedudukan maupun status sosial pemiliknya.
Berikut rumah tradisional Jawa di Gunungkidul yang menjadi warisan cagar budaya :
- Rumah Tradisional Trisnodiharjo
Rumah tradisional Trisnodiharjo berada di Padukuhan Pringsurat, Desa Ngloro, Kecamatan Saptosari, Kabupaten Gunungkidul. Rumah yang masih digunakan sebagai tempat tinggal ini kondisinya cukup terawat.
Elemen struktur dan dinding terbuat dari kayu jati. Kedua joglo memiliki tumpang sari tiga tingkat, dengan dhada peksi di bagian tengahnya. Tumpang sari polos tidak dihiasi dengan ukiran, tetapi di bagian ke empat sudut terdapat hiasan kebenan yang berfungsi sebagai kayu pengunci.
Seluruh dindingnya masih asli menggunakan gebyok dari kayu jati. Ruangan pada joglo ini dibiarkan terbuka tanpa sekat. Terdapat beberapa perubahan pada bangunan ini, yakni pada lantai yang sebelumnya terbuat dari sesek (anyaman bambu) diganti menjadi lantai batu. Begitu juga dengan gentingnya yang sudah tidak lagi menggunakan genting keripik.
- Rumah Tradisional Sentono
Rumah Tradisional Sentono terletak di Desa Ngloro, Kecamatan Saptosari, Kabupaten Gunungkidul. Menurut penuturan pemilik, Pawiro Sentono, rumah ini dibangun sekitar tahun 1950-an. Saat itu ayah Pawiro Sentono bekerja sebagai tukang kayu dan petani. Ia memiliki 9 anak, masing-masing anak dibikinkan rumah joglo.
Rumah ini terdiri dari dua buah joglo dan sebuah limasan. Dua joglo memiliki bentuk yang sama dengan tumpang sari tiga tingkat dan terdiri dari dua buah uleng.
Tunpang sari pada joglo depan polos tanpa ukiran, sedangkan pada joglo kedua terdapat ukiran pada bagian dhada peksinya. Dindingnya masih berupa gebyog yang berbahan kayu jati. Atapnya masing menggunakan genting keripik. Lantainya berubah, awalnya menggunakan sesek diganti dengan ubin batu putih.
- Rumah Tradisional Joglo Peniyung
Rumah Tradisional Joglo Peniyung terletak di Desa Genjahan, Kecamatan Ponjong, Gunungkidul. Joglo milik Sri Murtini ini diperkirakan sudah berusia ratusan tahun. Rumah ini telah didiami oleh empat generasi.
Di belakang bangunan Joglo terdapat bangunan limasan yang pernah digunakan sebagai Sekolah Rakyat pada zaman penjajahan Belanda. Namun saat ini bagunan tersebut sudah pindah ke tempat kediaman Imam Supardi di Padukuhan Genjahan I. Menurut penuturannya, Joglo Peniyung tersebut dibeli dari daerah Playen oleh Karsorejo.
Joglo Peniyung terdiri dari sebuah lintring tipe limasan dan sebuh joglo yang menghadap ke arah selatan. Disebut Joglo Peniyung karena pada bagian usuknya disusun miring atau memusat ke arah molo seperti jeruji payung. Tidak seperti penyusunan usuk pada umumnya yang disusun secara sejajar.
Joglo tersebut memiliki tumpang sari 6 tingkat dengan dua uleng. pada bagian dhadha peksi yang berukuran 20 x 15 cm terdapat hiasan ukiran. Saka guru dan umpak terbuat dari kayu jati. Atap menggunakan genting keripik, lantai menggunakan batu putih, dindingnya gebyog kayu jati, daun pintunya kayu jati utuh.
- Rumah Tradisional Joglo Sardjono
Rumah Tradisional Joglo Sardjono terletak di Desa Monggol Kecamatan, Saprosari, Kabupaten Gunungkidul. Rumah joglo tersebut sudah ditetapkan menjadi bangunan cagar budaya sejak memperoleh SK Gubernur DIY tahun 2004. Rumah joglo ini terdiri dari lintring, joglo, dan limasan.
- Rumah Tradisional Suprabowo
Rumah Tradisional Suprabowo terletak di Desa Monggol, Kecamatan Saptosari, Gunungkidul. Bangunan cagar budaya ini masih terjaga bentuk keasliannya. Rumah Joglo ini mendapat SK Gubernur DIY tahun 2002. Bangunan yang bertipe vernacular jawa tersebut diperkirakan telah berusia 100 tahunan.
Bangunan milik Suprabowo ini termasuk rumah yang paling lengkap dalam konsep rumah tradisional jawa. Masih terdapat kuncung, lintring, pendopo, pringgitan, dalem ageng dan gandog. Bangunan rumah ini terdiri dari empat bangunan beratap limasan dan bangunan atap joglo. Pada bagian depan terdapat serambi beratap joglo. Joglo di bagian belakang memiliki tumpangsari dua uleng. Pada bagian sungkup ditutup dengan papan.
Pada bagian pringgitan, senthong sebelah kana digunakan sebagai lumbung. Sedangkan di bagian kiri difungsikan sebagai kamar tidur. Senthong tengen dan kiwo memiliki posisi yang lebih menjorok daripada senthong tengah.
- Rumah Tradisional Sumino
Rumah Tradisional Sumino terletak di Desa Karangmojo, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul. bangunan yang menghadap ke selatan ini terdiri dari lintring, joglo, dan limasan. Lintring dibatasi dengan setengah dinding kayu pada bagian depannya.
- Rumah Tradisional Sumpeno
Rumah Tradisional yang terletak di Desa Umbulrejo, Kecamatan Ponjong, Gunungkidul merupakan kediaman Bupati Gunungkidul, Sumpeno (alm). Joglo ini dibeli dari Jepara. Joglo Sumpeno memiliki tumpang sari empat tingkat dengan dua uleng yang dihiasi dengan ornamen ukiran. Bangunan ini ditopang dengan saka guru dan umpak dari kayu.
- Rumah Tradisional Joglo Kasmodiryo
Rumah Tradisional Joglo Kasmodiryo terletak di Padukuhan Karangnongko, Desa Ngloro, Kecamatan Saptosari, Gunungkidul. Rumah joglo ini pernah menerima penghargaan sebagai pelestari warisan budaya pada tahun 2008. Penghargaan diberikan langsung oleh Gubernur DIY, Sri Sultan HB X.
Posisi Joglo diapit oleh dua limasan. Dinding dan saka-nya terbuat dari kayu jati, sementara lantainya terbuat dari batu putih.
- Rumah Tradisional Supardiwiyono
Rumah Tradisional Supardiwiyono terletak di Padukuhan Gebang, Desa Ngloro, Kecamatan Saptosari, Kabupaten Gunungkidul. Penghargaan dari Gubernur DIY sebagai rumah pelestari cagar budaya diterima pemilik pada tahun 2008. Rumah yang dijadikan sebagai hunian ini seluruh dindingnya masih menggunakan gebyog.
- Rumah Tradisional Kartiwinoto
Rumah Tradisional Kartiwinoto berada di Padukuhan Tileng, Desa Kepek, Kecamatan Saptosari. Rumah tradisional ini memiliki tipe joglo dan limasan pedesaan. Dahulu didirikan oleh Nitikaryo kemudian diwariskan kepada keturunannya. Pada awal pendiriannya bangunan ini terdiri dari tiga buah joglo, lantas pada tahun 1948 ada tipe joglo yang diganti menjadi limasan.
Bangunan yang dapat dijumpai sekarang terdiri dari lintring dengan atap berbentuk pacul gowang pada bagian depan, diikuti pendapa joglo sinom, beberapa limasan pada bagian ndalem, serta gandog dengan atap bertipe kampung.
- Rumah Tradisional Suwarni
Rumah Tradisional Suwarni berada di Desa Kepek, Kecamatan Saptosari. Bangunan ini terdiri dari joglo sinom dan beberapa limasan. Bangunan ditopang dengan saka guru dan umpak kayu. Penutup atap menggunakan genteng keripik dan lantainya menggunakan sesek.
- Rumah Tradisional Kismo Sumarto
Rumah Tradisional Kismo Sumarto berada di Padukuhan Gondang, Desa Kepek, Kecamatan Saptosari, Gunungkidul. Berdasar penuturan pemilik rumah ini telah berusia 100 tahun. Rumah terdiri dari bangunan joglo dan gandhog.
- Rumah Tradisional Sastrowihardjo
Rumah Tradisional Sastriwihardjo terletak di Desa Ngipak, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul. Bangunan rumah ini diperkirakan telah berusia 70 tahun. Rumah yang berada di atas tanah seluas 1,25 ha ini dahulu pernah digunakan sebagai kantor keluarahan.
Rumah joglo terdiri dari lintring, dua joglo dan tiga limasan. Joglo pertama tanpa sekat digunakan sebagai ruang tamu dan joglo ke-2 digunakan sebagai ruang penyimpanan dan kamar tidur. Kedua joglo memiliki dua uleng denga tumpang sari empat tingkat. Salah satu Joglo pada bagian uleng ditutup dengan anyaman bambu dan terdapat hiasan ukiran pada umpak.
- Rumah Tradisional Imam Supardi
Rumah tradisional limasan Imam Supardi berada di Padukuhan Kerjan I, Desa Genjahan, Kecamatan Ponjong, Gunungkidul. Menurut penuturan pemiliknya, rumah ini dibangun pada tahun 1817. Sehingga usianya mencapai 200 tahun. Rumah tersebut sebelumnya merupakan satu kesatuan dengan rumah Joglo Peniyung milik Murtini. Namun karena pemiliknya pisah ranjang, membuat rumah tersebut dibagi menjadi dua.
Pada tahun 1949 rumah tersebut pernah disinggahi oleh Jenderal Sudirman ketika melakukan gerilya dari Banyumas menuju Madiun. Selain memiliki rumah tradisional, Imam Supardi juga memiliki perabot dan barang-barang antik seperti meja, kursi, dipan, dan keris serta tombak. (Kandar)