Keraton Jogya dikelilingi tembok tinggi berbentuk persegi panjang dengan parit yang lebar dan dalam, di bawah tembok. Jaman itu, kampung kampung yang ada, tidak berada dekat dengan tembok Keraton seperti sekarang ini. Perkampungnan dapat dibedakan antara perkampungan di dalam “beteng” dengan perkampungan di luarnya. Dengan demikian tembok tembok yang mengelilingi keraton dapat terlihat dengan jelas. Mengenai parit yang mengelilingi dan berada di bawah tembok, cukup lebar yang dibuat agar musuh tidak dapat meloncat dan bertumpu. Parit dialiri air yang jernih yang berasal dari sungai Code dan sungai Kenanga.
Untuk keluar masuk ke dalam keraton dilakukan melalui beberapa gerbang atau plekung yang dibuat sedemikian rupa dengan tempat pertahanan yang diperkuat. Di atas gerbang pada umumnya ditempatkan meriam dan tempat konsentrasi prajurit untuk mempertahankan gerbang. Gerbang Keraton merupakan akses maksimal untuk menguasai keraton. Untuk masuk ke dalam Kraton harus melalui gerbang. Untuk melalui parit yang dibuat di depan gerbang, dibuatkan jembatan jungkit; jembatan yang bisa dinaik-turunkan. Ketika jembatan diangkat, tidak ada jalan lagi untuk masuk ke Kraton. Lima gerbang atau plengkung tersebut: (1) Plengkung Jagasura (Ngasem) di barat daya, (2) Plengkung Jagabaya (Tamansari) di barat, (3) Plengkung Nirbaya (Gadhing) di selatan, (4) Plengkung Tambakbaya (Gondomanan) di timur; (5) Plengkung Tarunasura (Wijilan) di timur laut.
Disebutkan “Letnan-Gubernur Raffles Pergi ke Yogyakarta. “Raffles meninggalkan Samarang dengan Kolonel Gillespie pada 14 Juni 1812, tiba di Klatten pada 16 Juni, dan di Djogjakarta pada malam tanggal 17. Tidak disebutkan dalam laporan Thorn, di mana pasukan Inggris membuat markas begitu sampai di Jogjakarta. Benteng vredebug sebagai benteng Belanda yang belum selesai, disebutkan digunakan oleh pasukan Inggris. Jarak antara benteng Vredeburg dengan Keraton adalah jarak yang terjangkau oleh senjata meriam. Tidak ada catatan yang menceritakan perebutan atas benteng Vredeburg. Dengan demikian sudah sejak awal Sultan hanya akan bertahan di dalam benteng.
Pada tanggal 18 Juni 1812, Sultan yang telah mengetahui akan kedatangan Inggris telah siap untuk menghambat laju pasukan Inggris. Jembatan dirubuhkan (Thorn tidak menyebutkan jembatan yang dimaksud) dan jalan jalan utama diberi berigade. Keadaan dalam ketegangan, pihak inggris masih berusaha melakukan pembicaraan, mengingat Inggris tidak menghendaki pertempuran. Sejak kedatangan inggris di Hindia Belanda, pihak Inggris tidak berhenti mengalami pertempuran. Setidaknya pada saat itu pasukan bantuan di bawah Mc’Cload belum sampai di Yogyakarta. (Bersambung )
Penulis : Tatang Yudiatmoko