WONOSARI, (KH),– Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementrian Pertanian, drh. Syamsul Ma’arif, M.Sc bersama dengan Kepala Dinas Pertanian dan pangan Kabupaten (DPP) Gunungkidul Ir. Bambang Wisnu Broto meninjau lokasi rumah burung walet milik Al- Fazza group di Tegalsari, Siraman, Gunungkidul Rabu (18/5/2021).
Peninjauan bertujuan diantaranya untuk melakukan pembinaan dalam rangka penerbitan Nomor Kontrol Veteriner (NKV) sebagai salah satu syarat ekspor produk sarang burung wallet. Al- Fazza Group dalam waktu dekat ini berencana mengekspor produk sarang burung walet tersebut.
Sebagaimana diketahui, manfaat sarang burung walet sudah tidak perlu diragukan lagi. Hal ini yang menjadikan sarang burung walet menjadi salah satu komoditas yang diperhitungkan di Indonesia.
drh Syamsul Maarif M.Sc., mengatakan, permintaan ekspor sarang burung walet ke berbagai negara seperti Cina, Amerika dan Eropa semakin meningkat. Oleh sebab itu, pemerintah semakin mendorong berkembangnya peternak rumahan yang membudidayakan burung walet untuk diambil sarangnya. Walaupun diakui modal awal yang dibutuhkan lumayan besar, serta jangka waktu untuk menuai hasil juga cukup lama. Akan tetapi hasil dari beternak burung Walet sangat menjanjikan.
Sebelumnya, pengelolaan dan pembinaan peternak walet belum menjadi kewenangan Kementerian Pertanian. Namun berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 104/KPTS/HK.140/M/2/2020 tentang Komoditas Binaan Kementerian Pertanian di bawah Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, sarang burung walet termasuk produk turunan dan olahan yang pembinaannya di bawah Kementerian Pertanian. Untuk persyaratan ekspor sarang burung walet NKV level 1 agar bisa diterima oleh negara tujuan sebagai komoditas ekspor.
Rumah burung walet dibangun di daerah yang jauh dari kebisingan. Diperlukan suhu di sarang tersebut sekitar 24-26 derajat celcius dengan kelembapan udara 80-95 persen. Peternak walet bisa mengundang walet dengan menggunakan bunyi-bunyian menyerupai suara burung wallet. Tujuannya agar burung walet menandai wilayah tersebut sebagai habitat asli mereka. Adapun pakan burung Walet antara lain rayap, kumbang, semut dan serangga bersayap lainnya.
Alumnus FKH UGM Angkatan 1983 ini mengungkapkan, bisnis walet saat ini cukup menjanjikan. Seperti Tiongkok, saat ini membutuhkan setidaknya 6000 ton tiap tahunnya.
“Belum untuk USA, Kanada, dan Uni Eropa serta Prancis. Kualitas sarang burung walet Indonesia termasuk yang terbaik. Kita dorong teman-teman pembudidaya walet untuk berkembang. Pemerintah memberi kemudahan dalam layanan penerbitan NKV dalam rangka peningkatan ekspor Indonesia,” Kata dia.
Selain peninjauan ke rumah walet pihaknya juga akan melihat proses pembersihan sarang burung sehingga siap kemas sebagai salah satu bagian audit NKV.
“Menjalankan bisnis walet tidak ada yang terbuang. Bahkan air cucian sarang burung laku sebagai parfum walet untuk penarik walet agar mau bersarang,” Tambahnya.
Khusus di Gunungkidul, budidaya sarang burung walet sangat layak karena persediaan makan walet dari alam sangat berlimpah, antara lain dengan masih banyaknya hutan jati sehingga serangga makanan walet berlimpah.
Hal tersebut diamini oleh Ari, owner rumah walet Al- Fazza Group. Rumah wallet yang dibuat berupa bangunan bertingkat 2,5 dengan ukuran 10×12 meter. Rumah walet tersebut dibangun pada tahun 2015, menghabiskan biaya total Rp560.000.000,00. Omzet penghasilan saat ini mencapai Rp1,14 milyar pertahun.
“NKV sarang burung walet untuk keperluan ekspor ke Taipe. Kami juga berniat mengembangkan lebih lanjut bisnis walet di Gunungkidul antara lain dengan menambah rumah wallet,” ujarnya.
Saat ini sarang burung wallet yang dihasilkan laku Rp10 juta per kilogram. Harga tersebut dianggap terlalu murah oleh drh Syamsul Maarif M.Sc.,. Sebab, di luar negeri untuk kualitas terbaik bisa mencapai Rp50 hingga 60-an juta. (Kandar)