PONJONG,(KH)–Gunungkidul merupakan daerah yang menyuguhkan pemandangan elok berupa goa dan perbukitan. Bahkan, kabupaten ini memiliki sederetan pantai yang luar biasa indahnya. Dari sisi wisata Gunungkidul menjadi surganya pelancong. Hal Ini berbanding terbalik dengan kondisi pertaniannya, tanah yang tandus karena air yang minim membuat wilayah ini kurang subur, cenderung kering dan bebatuan. Tanaman yang paling cocok untuk ditanam oleh petani yakni singkong, jagung dan kacang kacangan.
Oleh karena kondisi ini, maka salah satu makanan yang terkenal di Gunungkidul adalah tiwul dan gatot yang berasal dari singkong atau sering juga disebut gaplek. Tiwul merupakan makanan berbahan gaplek yang masih putih, sedangkan gatot merupakan gaplek yang sudah berwarna hitam. Awalnya memang hanya tiwul yang menjadi makanan pokok. Namun karena sisa bahan yang dipakai untuk tiwul sayang jika dibuang maka lahirlah makanan yang disebut gatot. Gatot terbuat dari sisa proses pembuatan tiwul yang kurang bagus. Pengeringannya tidak sempurna maka warnanya menjadi hitam.
Karena sangat digemarinya gatot di pasaran membuat salah seorang warga Padukuhan Ponjong, Desa Ponjong, Kecamatan Ponjong, merintis usaha pembuatan gatot kering.Pengusaha ini bernama Sarno Hadi atau yang lebih sering dipanggil Eyang Sarno oleh warga sekitar. Bapak 55 tahun ini membuat olahan dari ketela yaitu gatot. Eyang Sarno telah menekuni usaha ini selama 3 tahun . beliau merintisnya dari nol dan hanya dibantu istrinya yang bernama Kasiah. Di rumah sederhananya mereka berdua membuat olahan makanan yang sangat digandrungi oleh pecinta kuliner.
Cara pembuatan gatot hampir sama dengan tiwul yakni singkong dikeringkan hingga menjadi gaplek. Setelah itu direndam dengan air kapur sirih selama 12 jam atau semalaman. Kemudian gaplek dicuci bersih kemudian dipotong kecil-kecil lalu dikukus selama 2 jam. Setelah matang gaplek yang sudah berubah jadi gatot ini ditempatkan pada wadah yang lebar agar cepat dingin, setelah itu gatot yang sudah dingin ini dikeringkan dengan cara dijemur dan hanya memanfaatkan panasnya terik matahari. Proses yang dipakai Eyang Sarno ini hanya mengandalkan cuaca yang cerah.
Untuk harga Gatot kering dipatok dengan harga Rb.15.000,00 per bungkusnya.Gatot Kering produksi Eyang Sarno ini sudah dipasarkan ke luar kota seperti Jakarta, juga sampai ke luar Jawa seperti Sumatra dan Kalimantan timur.Untuk bulan terakhir ini yang paling sering meminta kiriman dari Jakarta, dan Palembang.
“Untuk pemasarannya mungkin masih kurang mas, soalnya cuma lewat kenalan sana sini, tapi juga banyak pedagang yang ngambil dari sini,” kata Eyang Sarno.
“Kemaren dari Palembang malah ada yang pesen 2 kwintal mas , Gatot olahan saya juga sering ikut pameran kuliner tidak hanya di Gunungkidul tapi juga di Yogyakarta,”pungkas Eyang Sarno.(Hari/Bara)