WONOSARI, (KH),– Polres Gunungkidul secara berkala mengelar Jumpa Pers menyampaikan informasi pengungkapan kasus tindak kejahatan yang terjadi di wilayah hukum Polres Gunungkidul. Agenda tersebut juga menjadi sarana Polres Gunungkidul menyampaikan banyak informasi ke masyarakat melalui insan pers.
Dalam agenda penyampaian informasi, belakangan selalu ada sosok seorang gadis dengan gerakan isyarat tangan dan mimik wajah, mengalihbahasakan bahasa tutur ke bahasa isyarat.
Dia adalah Isnaini Nurjanati Ramadani (22), gadis kelahiran Gunungkidul 18 Januari 1999. Gadis yang akrab disapa Isnaini ini merupakan warga Padukuhan Tegalsari, Kalurahan Siraman, Kapanewon Wonosari, Gunungkidul.
Isnaini selalu hadir bersama Humas Polres Gunungkidul guna menerjemahkan informasi khusus bagi masyarakat difabel tuna rungu.
Isnaini saat ini masih berstatus sebagai Mahasiswi tingkat akhir program studi Pendidikan Luar Biasa di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).
“Saya belum lama menjadi penerjemah di Polres Gunungkidul, baru sekitar bulan April 2021, tapi sebelum itu pernah menjadi penerjemah di Pengadilan Agama Wonosari, Kejaksaan Wonosari dan di Polres Bantul,” terang Isnaini, Senin (2/8/2021)
Isnaini kemudian bercerita mengenai awal mula menjadi penerjemah bahasa isyarat ini. Dia mengatakan bahwa kemampuan menjadi penerjemah bahasa isyarat ini awalnya dia dapat dari sebuah pelatihan di kampus.
“Saya berminat mendalami bidang ini sebagai bentuk kepedulian terhadap teman-teman disabilitas tuna rungu. Karena, mereka tentu kesulitan mengakses informasi dari media Televisi atau audio, dengan menjadi penerjemah, semoga ini bisa membantu mereka,” harap Isnaini.
Lebih lanjut Isnaini mengatakan, bahwa apa yang dia lakukan selama ini, belum bisa dikatakan sebagai sebuah profesi. Dia menjalaninya sebagai bentuk kepedulian terhadap teman-teman disabilitas tuna rungu.
“Selama ini saya masih Freelance, jadi belum profesi, saya juga masih harus menyelesaikan kuliah,” lanjutnya.
Mahasisiwi yang aktif di gerakan “Gunungkidul Menginspirasi” ini, secara rutin diundang Polres Gunungkidul untuk acara Pers Rilis, sebulan antara 1 atau 2 kali acara.
Untuk pengalaman yang berkesan saat bertugas, Isnaini mengatakan bahwa di samping bisa membantu akses informasi untuk teman-teman disabilitas tuna rungu, dia mengaku merasa senang, bisa mengetahui perkembangan informasi khususnya dari Gunungkidul.
“Selain itu saya bisa menambah relasi baik dengan anggota kepolisian setempat maupun dengan teman-teman media,” kata dia.
Saat ditanya soal kendala yang dihadapi, Isnaini menambahkan, dalam menjalankan tugasnya, dia harus mampu meringkas materi yang akan disampaikan, sehingga disabilitas tuna rungu bisa lebih gampang menangkap dalam bahasa isyarat.
“Teman-teman disabilitas memang memiliki hambatan dalam pendengaran sehingga berpengaruh terhadap informasi yang diperoleh. Maka dari itu untuk mempermudahnya dengan memberikan penerjemah,”.
“Teman-teman tuna rungu itu sebenarnya juga bisa membaca oral (gerak bibir), tetapi yang mengucapkan harus pelan dan jelas artikulasinya,” imbuh Isnaini lagi.
Untuk memudahkan penyampaian, Isnaini mengungkapkan, sebelum informasi disampaikan dalam bahasa isyarat, maka dia harus mempelajari isinya terlebih dulu.
“Saya padatkan materi informasinya, saya ringkas dengan bahasa atau kosa kata yang nantinya mudah mereka terima,” lanjutnya.
Ke depan, Isnaini berharap, bahwa akses masyarakat terhadap informasi bisa lebih mudah dan terbuka, termasuk bagi mereka yang menyandang disabilitas tuna rungu.
Dia juga berharap, terobosan Polres Gunungkidul dengan menghadirkan penerjemah bahasa isyarat di acara Pers Release ini akan dilakukan oleh Instansi-instansi lain sebagai bentuk pelayanan informasi terhadap disabilitas.
“Dulu saya bercita-cita menjadi Polwan, tapi karena kondisi fisik yang tidak memenuhi syarat, maka saya sadar diri, tapi bagus lho jika ada anggota kepolisian yang mempunyai kemampuan dalam bahasa isyarat,” ucapnya sambil tertawa.
Meski Isnaini masih bertugas freelance sebagai penerjemah bahasa isyarat di Polres Gunungkidul namun ia tetap bangga.
“Yang terpenting bagi saya, ilmu yang saya pelajari selama saya kuliah dapat membantu dan bermanfaat bagi masyarakat terutama teman-teman disabilitas tuna rungu. Karena tidak semua orang mau atau mampu menguasai bahasa Isyarat, sampai saat ini pun saya masih terus belajar bahasa isyarat itu,” pungkasnya. (Edi Padmo)