Cerita Warga Nglipar Jualan Aneka Mebelair Pakai Motor

oleh -12585 Dilihat
oleh
Suroto dan Panggeng jualan mebelair keliling dengan sepeda motor. KH/ JNE.
Suroto dan Panggeng jualan mebelair keliling dengan sepeda motor. KH/ JNE.

NGLIPAR,(KH),– Berkeliling menyusuri jalanan membonceng aneka mebelair dengan sepeda motor hampir tiap hari dilakukan. Menembus desa satu ke desa lain, dari kecamatan satu ke kecamatan lain bahkan hingga ke luar Gunungkidul tak jarang juga ditempuh.

Suroto (46) dan Panggeng (45) adalah dua diantara belasan bahkan puluhan yang lain warga Kecamatan Nglipar yang menjajakan mebelair dengan sepeda motor. Keduannya merupakan warga Desa Pengkol. Suroto dari Padukuhan Gagan, sementara Panggeng dari Padukuhan Geger.

Saat ditemui, Rabu, (06/09/2017) keduannya sedang melintas di salah satu ruas jalan di wilayah Nglipar. Rupanya pagi menjelang siang yang cerah itu mereka baru saja keluar hendak memasarkan dagangan mebelair yang diambil dari pengrajin.

“Kemana saja, tidak ada tujuan yang tentu tiap hari. Biasanya ke arah selatan, yakni Tepus, Tanjungsari, Paliyan, Rongkop, Saptosari dan Panggang,” ujar Suroto penuh semangat.

Butuh keberanian dan kepiawaian mengendarai sepeda motor. Sebab, ukuran mebelair yang dibonceng melebihi ketentuan dimensi maksimal barang yang dibawa menggunakan sepeda motor. Dalam berkendara tidak buru-buru namun lebih memilih sangat hati-hati. Sebab, Suroto membonceng tempat tidur, atau Knaf atau juga biasa disebut dipan.

Lain halnya dengan Suroto, Panggeng membonceng kursi panjang dan meja. Keduannya menyebut, keuntungan yang diperoleh dianggap cukup lumayan jika dagangan cepat laku.

Jika belum laku hari itu juga, terpaksa ia menitipkan dagangan di rumah warga. Dimana saja, di daerah pemberhentian terakhir ia berkeliling. Matahari yang hendak terbenam di ufuk barat menjadi tanda baginya untuk segera kembali pulang ke rumah.

“Keuntungan kotor untuk satu tempat tidur mencapai Rp. 100 ribu. Sementara untuk meja kuri mencapai Rp. 50 hingga 70 ribu,” terang Suroto. Namun, keuntungan tersebut dihitung jika dagangan laku saat dagangan dibawa keluar pertama kali. Sebab, jika berhari-hari tidak segera laku maka biaya operasional transportasi berikut kebutuhan makan akan mengurangi keuntungan.

Menimpali cerita Suroto, Panggeng menyebut bahwa di beberapa dusun di Desa Pengkol banyak pengrajin mebelair. Selain di pasarkan di lokal Gunungkidul beberapa diantaranya juga dijual ke luar daerah. Ada yang ke Jawa Tengah, Jawa Timur bahkan keluar Pulau Jawa. Untuk pemasaran ke luar daerah biasanya untuk sekali pengiriman dalam jumlah yang banyak.

Cepat tidaknya dagangan laku kadang kala dipengaruhi waktu-waktu tertentu. Dicontohkan, jika musim warga hajatan, calon pembeli akan menawar harga dengan sangat rendah. Terkadang mau tidak mau dengan pertimbangan agar cepat laku transaksi tetap terjadi meski keuntungan sangat sedikit.

“Jika kebutuhan mendesak, kami tidak cari untung banyak, yang penting cepat laku. Uang hasil jualan selain untuk biaya makan hendak segera dipakai biaya sekolah anak dan tentunya nyumbang seperti akhir-akhitr ini,” seloroh Panggeng. (JNE)

Berbagi artikel melalui:

Komentar

Komentar