KARANGMOJO, (KH)— Cing… Goling, Cing… Goling, Cing… Goling…, Suara riyuh terdengar di salah satu sudut Desa Gendangrejo, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul. Rupanya, upacara adat ritual Cing Cing Goling kembali digelar oleh masyarakat setempat.
Seperti tahun- tahun sebelumnya, Cing Cing Goling digelar di kawasan Kali Dawe. Ratusan warga berkumpul di kanan kiri lokasi acara. Warga setempat yang datang membawa ayam kampung dan nasi gurih serta beberapa makanan lainya untuk dikumpulkan dan didoakan secara bersama-sama.
Tokoh warga dan juga pemangku acara Cing Cing Goling, Sugiyanto mengatakan, ribuan potong ayam kampung selalu ada dalam ritual tersebut. Upacara ritual Cing-Cing Goling merupakan ritual tahuan sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan atas keselamatan dan rejeki melalui hasil panen yang melimpah.
Wujud syukur tersebut diungkapkan dalam sodaqoh makanan yang dibagikan kepada pengunjung yang hadir. Masyarakat setempat percaya makanan yang telah mendapat doa akan memiliki berkah dan barokah untuk kehidupan yang lebih baik.
“Tradisi nenek moyang ini menang sudah ada sejak saya kecil. Kami hanya meneruskan atau nguri- uri tradisi ini agar tidak punah,” kata Sugiyanto di dampingi perangkat desa Gedangrejo, Karangmojo, kepada sejumlah media yang hadir, Kamis 3 Agustus 2017 .
Tidak hanya mendapat perhatian dari masyarakat sekitar, upacara Cing- Cing Goling juga mendapat perhatian dari pengunjung dari berbagai wilayah di Daerah Istimew Yogyakarta. Tidak hanya sekedar menghadiri ritual namun masyarakat yang hadir juga berharap mendapat berkah dalam acara tersebut.
“Ngalap berkah atau dalam bahasa Indonesianya mencari berkah. Banyak yang datang dari Solo, Klaten dan beberapa wilayah lain di Jawa tengah,” katanya.
Sugiyanto juga menerangkan, upacara Cing Cing Goling biasa dilaksanakan bersamaan dengan upacara bersih desa atau rasulan. Dalam acara tersebut masyarakat yang hadir akan di suguhi fragmen yang diperankan oleh warga setempat yang menceritakan perjuangan pelarian majapahit.
“Konon ada pelarian majapahit Wisangsanjaya dan Yudopati yang singgah ke wilayah ini. Mereka membuat sungai dan bendungan, airnya digunakan warga untuk irigasi pertanian. cerita singkatnya seperti itu,” ulas Sugiyanto.
Untuk menarik perhatian pengunjung, dalam fragmen tersebut digelar adegan yang menceritakan pelarian majapahit yang berhasil berbaur dengan masyarakat bersama-sama dalam mengusir perampok. Seluruh adegan diperankan oleh masyakat sekitar tanpa diawali latihan sebelumnya.
“Cing-Cing dapat diartikan Cincing atau mengangkat bagian bawah celana atau kain jarit saat berlari. Sedangkan Goling, dimaknai nggoling atau jatuh bergulingan. Dalam adegan ini digambarkan terjadi pengusiran perampok yang dilaksanakana di dekat bendungan,” jelasnya.
Sugiyanto melanjutkan, meski adegan tersebut dilaksanakan diatas lahan pertanian milik warga, namun warga yang memiliki lahan mengaku tidak keberatan tanamananya diinjak injak, Sugiyanto mengaku tanah yang terinjak adegan tersebut justru tanamanya akan tumbuh subur.
“Konon, hanya dengan senjata dalam bentuk tongkat dan cambuk dan cemethi yang digoreskan pada tanah sambil berjalan, bekas goresan itu berubah menjadi sungai dengan air yang mengucur deras,” kata Sugiyanto melanjutkan ceritanya.
Jadi Aset Wisata Budaya
Terpisah, Bupati Gunungkidul, Badingah mengatakan, upacara Cing Cing Goling diharapkan dapat menjadi aset wisata budaya di Kabupaten Gunungkidul. Wisata ini nantinya akan menjadi nilai tambah bagi Kabupaten Gunungkidul.
Badingah mengatakan, jika dikemas secara apik, upacara Cing Cing Goling memiliki potensi yang luar biasa. Sehingga Badingah berharap ritual tersebut setiap tahunya dapat dikemas secara menarik sehingga dapat memancing minat wisatawan.
“Upacara Cing Cing Ggoling ini hanya ada di Gunungkidul, sehingga kita berharap ritual terus dilestarikan oleh masyarakat,” katanya. (Wibowo)